PASURUAN, pojok kiri Potret buram akurasi data kemiskinan kembali mencuat di Kota Pasuruan. Mutmainah (63), seorang janda lanjut usia yang tercatat sebagai warga RT 01/RW 03, Kelurahan Bangilan, Kecamatan Panggungrejo, terpaksa menelan pil pahit. Meski kondisinya sangat memprihatinkan, ia dinyatakan tidak layak menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).
Kondisi fisik Ibu Mutmainah kini kian menurun; penglihatannya kabur dan ia sering sakit-sakitan. Untuk berjalan pun ia harus tertatih-tatih. Selama bertahun-tahun, lansia ini hanya menumpang hidup di rumah saudaranya tanpa memiliki aset maupun penghasilan tetap.
Upaya pengajuan bantuan yang dilakukan oleh pengurus RT setempat dinilai buntu. Nama Mutmainah tak kunjung masuk dalam basis data penerima manfaat di tingkat kelurahan maupun Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pasuruan.
"Informasi dari RT, pengajuan data Ibu ini sudah lama dilakukan, namun sampai sekarang tidak pernah tercatat sebagai penerima bantuan," ungkap salah seorang tetangga dengan nada kecewa. Selasa (23/12/25)
Akar masalah diduga kuat berasal dari klasifikasi Desil 6 yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam pemeringkatan kesejahteraan, Desil 6 dikategorikan sebagai kelompok masyarakat menengah ke atas yang dinilai mampu memenuhi kebutuhan dasar dan tambahan.
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Kelurahan Bangilan, Ifah, mengungkapkan dengan menyebut proses verifikasi dan validasi (verval) pihak terkait tidak melibatkan pihak PSM yang lebih memahami kondisi riil di lapangan.
"Informasi yang kami terima, Ibu Mutmainah dinyatakan masuk kategori Desil 6 oleh BPS, sehingga otomatis bantuan tidak turun. Saat proses verifikasi, kami (PSM) tidak dilibatkan atau diminta mendampingi untuk memberikan gambaran kondisi yang sebenarnya," jelas Ifah.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat sanggahan melalui kelurahan sesuai arahan Dinas Sosial. Namun, hingga berita ini diturunkan, upaya tersebut belum membuahkan hasil nyata bagi Ibu Mutmainah.
Ketimpangan ini memicu gelombang keprihatinan dari warga Bangilan. Masyarakat menilai kasus Ibu Mutmainah hanyalah fenomena gunung es dari amburadulnya distribusi bantuan sosial di Kota Pasuruan yang diduga sering salah sasaran.
Masyarakat mendesak Pemerintah Kota Pasuruan untuk:
Meninjau Ulang Metodologi: Mengevaluasi koordinasi antara BPS dan Dinsos agar data administratif sinkron dengan fakta lapangan.
Verifikasi Faktual: Menuntut agar klasifikasi "Desil" mencerminkan potret kemiskinan riil, bukan sekadar angka di atas kertas. Penilaian tidak boleh hanya berdasarkan fisik rumah yang ditumpangi, melainkan kepemilikan aset pribadi.
Percepatan Sanggah: Menjamin proses sanggahan untuk kategori lansia rentan diproses dengan prioritas tinggi.
Publik berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap hak masyarakat miskin yang terampas akibat kesalahan teknis pendataan. Sangat ironis ketika seorang lansia sebatang kara yang menumpang hidup justru diverifikasi berdasarkan standar rumah milik orang lain.(Khu/yus)
