Pasuruan, Pojok Kiri
Pemeliharaan berkala jalan Sumbersuko-wonolilo
Kecamatan Gempol senilai Rp. 648.508.600,00 dari dinas bina marga dan bina kontruksi kabupaten Pasuruan hampir Rampung.
Namum pembangunan ini tak bisa di jamin tidak bakal rusak. Pasalnya aktivitas truk tronton pengangkut Sertu dari lereng Gunung Penanggungan dusun Kemuning desa Wonosunyo kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, kerap kali menuai keluhan masyarakat.
Setiap hari, kendaraan bertonase besar tersebut melintas di ruas jalan Kabupaten desa Wonosari-Sumbersuko dengan muatan yang diduga melebihi kapasitas, disebut sebagai faktor utama penyebab kerusakan jalan di kawasan itu.
Selain merusak infrastruktur, truk bermuatan berat tersebut juga kerap merusak dan menghambat pekerjaan pemasangan paving. Warga menilai pemilik tambang dan para sopir maupun pemilik armada seolah “kebal hukum”, tak mau mengindahkan, dan mengabaikan aturan lalu lintas yang berlaku.
Pertanyaan warga.!!???. Atau memang ada perlakuan kusus untuk penambang yang ada di sini !!!???, Atau APH yang mandul sehingga terkesan ada pembiyaran.!!!??
Padahal secara umum, Setiap jalan di Indonesia memiliki kelas yang menentukan jenis dan beban maksimum kendaraan yang diizinkan melintas.
Kendaraan bertonase tinggi seperti truk tronton tidak boleh sembarangan melintasi semua jenis jalan, terutama jalan lokal atau permukiman. Untuk Jalan kabupaten umumnya termasuk dalam Jalan Kelas III (baik III A, III B, atau III C) yang memiliki batas Muatan Sumbu Terberat (MST) tertentu, seringkali sekitar 8 ton.
Dari informasi yang di dapat awak media Pojok Kiri,
Kapasitas Truk Tronton yang melintas di jalan Wonosari-Sumbersuko malah lebih fantastis. Truk tronton yang melintas memiliki kapasitas muatan antara 10 hingga 20 ton, bahkan bisa lebih.
Hingga kamis (18/12/2025), dari pantauan Media Pojok kiri di lapangan menunjukkan truk-truk tersebut membawa beban yang amat berat sampai sampai paving yang baru di pasang ambles, koncian pinggir paving ngelombang meski pinggir jalan juga di cor.
Keberlangsungan ini terkesan tanpa ada tindakan tegas pemerintah desa, Pemkab, maupun dari APH. Rambu tanda kelas jalan juga tidak ada.
Menurut warga, getaran kendaraan besar terasa sekali karena melewati depan permukiman. Sementara jalan yang ambles dan tergenang bercambur lumpur sertu semakin mengganggu pengguna jalan dan memicu risiko Laka, apalagi saat kondisi hujan.
Diduga aktifitas kendaraan tambang ini Melanggar Regulasi ODOL. Aktivitas truk over dimension over loading (ODOL) tersebut diduga kuat melanggar regulasi yang telah diatur dalam: UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 169–173, yang menegaskan: Kendaraan barang wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Dilarang membawa muatan melebihi batas yang ditetapkan dalam izin.
Dengan demikian, pelanggaran ini tidak hanya berdampak pada keselamatan lalu lintas, tetapi juga mempercepat kerusakan infrastruktur.
Meski pelanggaran dinilai terjadi secara terbuka, hingga kini warga belum melihat adanya langkah tegas dari pihak berwenang. Hal ini memicu pertanyaan publik terkait komitmen pemerintah daerah, Dishub, maupun aparat kepolisian dalam menegakkan aturan.
“Kalau dibiarkan, jalan ini tidak akan pernah awet. Pemerintah bangun, tronton merusak,” keluh warga lainnya.(Syafii/Yus).
