Pasuruan, Pojok Kiri
Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Kepulungan, kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan digelar dengan start di dusun Kajang, Sabtu, 7 September 2024. Acara dipusatkan di Lapangan desa Kepulungan. Acara bertajuk ‘Festival Kebudayaan ’ ini dirangkai dari siang hingga malam hari.
Pukul 09.00 WIB, para peserta karnaval mulai berdatangan di ruas jalan desa dusun Kajang, Sounsistem berukuran besar antri sesuai nomor urut, begitu juga peserta, segala persiapan kostum, seragam dan peralatan mereka siapkan. Perias sibuk menggoreskan bedak, lipstik dan tata busana.
Tepat pukul 12,00 WIB Kepala Desa Kepulungan , Didik Hartono, didampingi Timbul dari dinas pariwisata kabupaten Pasuruan melepas rombongan peserta karnaval dari titik start. Peserta karnaval mengikuti rute yang telah ditentukan, mulai dari dusun Kajang, Babat, Betas, Tugu, terakhir lapangan desa Kepulungan.
Aparat keamanan dari Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan Satlinmas desa Kepulungan turut mengamankan rute yang dilalui oleh peserta karnaval. Tak lupa, panitia juga memberi petunjuk - petunjuk rute, sekaligus siapkan tim juri dari kecamatan Gempol.
Rangkaian Festival Kemerdekaan Budaya Wong Pulungan, menampilkan berbagai penampilan Budaya Nusantara. Ada atraksi drama kolosal dari Dusun Kajang 1, menampilkan drama kolosal dengan cerita yang penuh haru dan pengorbanan. Drama kolosal Raden Ayu Pamecutan. Alias Hajah Raden Ayu Siti Khotijah seorang putri Cantik dari raja Pamecutan Bali. Dalam drama tersebut Raden Ayu harus menikah dengan pangeran Cakraningrat yang berhasil memenangkan sayembara menyembuhkan penyakit Raden Ayu yang telah lama dideritanya. Singkat cerita diboyonglah Raden ayu ke Bangkalan Madura dan berganti nama Raden Ayu Siti Khodijah.
Suatu hari karena kerinduan yang amat dengan keluarganya, alih alih atas ijin suami pulanglah ke keluarganya, yang di kawal oleh 40 prajurit dan dayang dayang. Mendengar itu keluarga yang ada di Pamecutan merasa gembira, syang orang tua mengadakan acara penyambutan. Kegembiraan keluarga itu berubah saat Siti Khotijah melakukan sholat magrib, menganggap salat yang dijalankan Raden Ayu Siti Khotijah hal aneh, dan dianggap sebagai bentuk penganut aliran ilmu hitam.
Akibat pengawal dan patih yang tidak memahami salat yang dilakukan Raden Ayu Siti Khotijah tersebut, akhirnya kejadian yang mereka anggap aneh itu dilaporkan kepada Raja Pamecutan. Hal ini membuat Raja Pamecutan murka.
Raja Pamecutan yang murka, langsung memerintahkan patihnya membunuh Raden Ayu Siti Khotijah. Putri raja yang cantik jelita itu dibawa ke sebuah pemakaman yang sangat luas. Raden Ayu Siti Khotijah ternyata sudah mengetahui dirinya akan dibunuh.
"Aku sudah punya firasat sebelumnya mengenai hal ini. Karena ini adalah perintah raja, maka laksanakanlah. Dan perlu kau ketahui bahwa aku ketika itu sedang salat atau sembahyang menurut kepercayaan Islam, tidak ada maksud jahat apalagi ngeleak," demikian kata Raden Ayu Siti Khotijah, kepada patih yang akan membunuhnya.
Raden Ayu Siti Khotijah juga berpesan kepada patih yang hendak membunhnya, agar tidak membunuhnya dengan senjata tajam, karena senjata tajam tidak akan mempan membunuhnya.
"Bunuhlah aku dengan menggunakan tusuk konde yang diikat dengan daun sirih, serta dililitkan dengan benang tiga warna, merah, putih dan hitam (Tri Datu). Tusukkan ke dadaku. Apabila aku sudah mati, maka dari badanku akan keluar asap. Apabila asap tersebut berbau busuk, maka tanamlah aku. Tetapi apabila mengeluarkan bau yang harum, maka buatkanlah aku tempat suci yang disebut kramat," ucap Raden Ayu Siti Khotijah.
Perintah Raden Ayu Siti Khotijah itu dilaksanakan oleh patih kerajaan. Putri cantik jelita itu akhirnya tewas di tangan sang patih menggunakan tusuk konde emas pemberian Cakraningrat IV.
Kematian Raden Ayu Siti Khotijah membuat seluruh prajurit pengawal, dan patih terkejut, karena dari badan sang putri muncul asap yang aromanya sangat harum. Para prajurit pengawal dan sang patih menangis tak henti, setelah mengetahui hal itu.
Berbagai kesenian dan Kreasi Budaya juga dibtampilkan dalam ajang festival budaya Wong Pulungan.
Antusias masyarakat sepanjang rute jalan yang di lalui sangat luar biasa. Berbagai penampilan tersebut tak jarang membuat masyarakat tertegun dengan kearifan lokal yang disajikan.
Keputusan pemerintah desa Kepulungan dalam menghadirkan festival Budaya
ini sebagai ajang kreasi, ajang silaturrahmi dan sebagai bentuk pelestarian budaya warisan nenek moyang sekaligus menjadikan kebanggaan bahwa Indonesia memiliki ragam budaya dan kesenian yang harus dijaga keasliannya.
Ada 11dusun yang Se-desa Kepulungan. Didik Hartono mengungkapkan pesertanya diperkirakan 4 ribu peserta.
"Yang penting wargaku Bahagia, dengan acara ini masyarakat antusias gotong royong, antusias berswadaya, kompak, Rukun. Aku sudah sampaikan pada peserta , Ojo gede-gede salone rek, mengko di des grup mu. Malah ngomong, gak ngereken di des pak kades, yang penting bahagia, (jangan besar-besar Sounsistemnya, bisa di batalkan di penilaian, malah di jawab, tak takut tidak di nilai, yang penting Bahagia), "terang Didik.
Kepala Bidang Pariwisata di Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan, Timbul mengatakan, "kegiatan festival budaya seperti ini memang harus kita agendakan sebagai kalender wisata, karena kalau kalender wisata hanya sebagai kalender untuk apa, "pungkasnya.(Syafi'i/Yus).