Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Wisata Transit Sumber Air Panas Wong Pulungan,  Pintu Gerbang Gunung Pawitra Negeri Aryapada



Pasuruan Pojok Kiri
Gunung Penanggungan dipandang sebagai gunung keramat yang merupakan jelmaan Mahameru, gunungnya para dewa di zaman kerajaan. Tertulis di dalam kitab Tantu Panggelaran Saka 1557 atau 1635 M. Yang menjadi Pawitra yang sekarang disebut Gunung Penanggungan.

Gunung Pawitra yang kerap disebut sebagai Gunung Keramat ini menjadi bukti bagaimana peradaban sebelum dan setelah  Majapahit sangat dinamis dalam menjalankan sistem pemerintahan.

Gunung Penanggungan sendiri dikelilingi empat bukit di bawahnya yaitu Gajah Mungkur (1087 m), Bekel (1238 m), Kemuncup (1227m) dan Sarah Klopo (1275 m). Setiap bukit terdapat situs purbakala dengan ragam cerita yang melegenda di masyarakat.

Selain Candi Jedong, masih ada beberapa Candi di Mojokerto yang patut dikunjungi seperti Candi Trowulan, Candi Jolotundo, Candi Kesiman, Candi Bangkal dan lain sebagainya. Dari beberapa inkripsi tersebut, terlihat pembangunan bangunan suci di kawasan ini telah berlangsung sejak masa pemerintahan Mpu Sindok hingga Dyah Krtawijaya (Bhre Tumapel). Ini artinya selama sekitar enam abad, wilayah Penanggungan menjadi tempat ritual keagamaan. Salah satu hal yang menarik dari situs ini adalah kepercayaan megalitik atau kepercayaan asli Majapahit yang tersingkir unsur agama Hindu-Buddha, muncul kembali dalam bentuk lain yakni bangunan candi.

Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah tahun 1009-1042 dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Secara Narasi sejarah  tahun 928 Airlangga  membangun kota Watan Mas di lereng Gunung Penanggungan. 

Saat pertamakali ia naik tahta wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. 

Pada tahun 1023  Airlangga leluasa  menakhlukkan pulau Jawa
Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya.  Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah di Kahuripan (Sidoarjo).

Airlangga pertama-tama mengalahkan Raja Hasin, 1030 menakhlukkan Wisnuprbhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa.  Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun kota baru di Kahuripan, dalam tahun itu juga Raja Wurawari dapat dikalahkan bersama Mpu Narotama. 

Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (Kediri).

Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. 
Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabayasekarang.
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha.

Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epic Mahabharata.

Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta, ia bergelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.


Di era Sekarang Kades Kepulungan  Didik Hartono yang akrab di panggil Mbah Didik Membuat Wisata Transit Sumber Air Panas Warisan Leluhur Wong Pulungan

Mbah Didik meyakini bahwa pemandian Sumber Air panas ini adalah  pintu Gerbang menuju Gunung Pawitra. Yang konon pernah berdiri Negeri Arya Pada.

" Di tempat ini saya yakin dulunya adalah pintu Gerbang menuju Gunung Pawitra, tempat dimana pernah ada kerajaan Negeri Arya Pada, di mana itu, memang harus ada prasasti yang bisa membuktikannya, dan itu ada menurut kami, karena prasasti di Arcopodo ini banyak yang di musnahkan, tapi saya akan buktikan dengan sisa sisa situs yang ada. " Ucap Mbah Didik.

Atas dasar warisan leluhur Kades Kepulungan Didik Hartono  menggali potensi tersebut, dengan cara membuat wisata Transit air panas warisan leluhur wong Pulungan.

" Kita ini hanya bisa menggali potensi saja, kenapa tidak kita lakukan, sesuai Jargonnya Jokowi. Kalau dulu membangun desa, Sekarang Desa Membangun Indonesia, dengan cara apa, yaaa...menggali potensi sumberdaya alam yang ada, membuat terobosan, inovasi atau Mukti Skill, bagaimana apa yang kita lakukan ini bisa manfaat, sehingga bisa berdampak positif terhadap masyarakat khususnya dan yang lain. " Ucapnya.

Saat membangun tempat ini, saya tidak pernah memikirkan untuk tempat tempat UKM ini, yang saya pikirkan bagaimana menyelesaikan Pembangunan kolam pemandian Sumber air panas wong Pulungan, hanya itu, ternyata apa yang saya lakukan dampaknya bisa kemana - mana.

Kita akan kembangkan, nantinya ada musium desa Pulungan, ada pendopo dan sanggar seni dan gedung - gedung UKM.(Fii/Yus).