Pasuruan, Pojok Kiri
Program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menjadi sasaran empuk di dalam pengelolaan dana desa.
Apabila tidak ada upaya antisipasi, bukan peningkatan kesejahteraan yang terwujud, melainkan pemerataan korupsi hingga ke pelosok desa.
Harapan kesejahteraan masyarakat bisa meningkat dengan adanya Alokasi anggaran dana desa dari APBN, mulai dari pengembangan dan perbaikan infrastruktur, prasarana ekonomi, dan pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, atau pemberdayaan perempuan dan anak.
Jika digunakan sesuai aturan dan berkala, siapapun pemimpinnya, kesejahteraan masyarakat desa akan cepat terwujud. Namun, sayangnya, peningkatan alokasi dana desa ternyata masih diiringi dengan peningkatan korupsi.
Faktor teknis. Para penyelenggara desa tidak memiliki rencana melakukan penyelewengan. Mereka terjebak korupsi karena tidak memahami aturan dan prosedur penganggaran ataupun penggunaan anggaran yang salah.
Apabila tata kelola keuangan desa berjalan baik, pemerintah tidak perlu repot-repot mengajak KPK untuk menakut-nakuti para penyelenggara desa agar tidak korupsi. Sebab, korupsi dengan sendirinya akan berkurang. Cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pun bisa segera terwujud.
Seperti halnya yang terjadi diwilayah kecamatan Gempol, program yang sia-sia, takjelas azas manfaatnya, harusnya bisa mendatangkan PAD ternyata hanya mendatangkan prasasti-prasasti saja.
Sehingga muncul wacana publik, program pembangunan fisik untuk peningkatan ekonomi sebanyak itu kalau di hitung investasi, uang negara terbuang sia-sia tanpa ada manfaatnya.
Tarimen selaku Kasi PMD kecamatan Gempol, menuturkan, tidak jalannya program itu karena, SDM yang diterjunkan di situ terkadang tidak punya basic, artinya tidak punya pengetahuan yang kuat di bidang itu.
"Atau memang proyek yang dipaksakan oleh desa untuk mendapatkan cuan!!?? , "sebenarnya tidak, tapi orang yang ditunjuk untuk menjalankan itu, besicnya bukan disitu. Mangkanya penyertaan modal di lembaga ekonomi yang ada di desa seperti pengelola BUMDes, minimal harus punya latar belakang dibidang tersebut. Namun disatu sisi pemerintah desa harus membentuk BUMDes.
"Kan tidak mudah untuk mencari orang yang punya Besic tertentu, inilah problemnya, "ucapnya.
Tarimen menilai semua kepala desa menginginkan Pembangunan yang berkelanjutan, berorientasi pada peningkatan taraf hidup masyarakat serta penguatan ekonomi kerakyatan dengan mengoptimalkan potensi yang ada di desanya. Tapi semangat itu kendor karena terbentur dengan retribusi, belum lagi kalau di tuntut terkait perijinan dan legalitasnya. Untuk kesitu pos anggarannya tidak ada.
"Anggaran apa yang dipakek. "Ucapnya.
Masih menurut Tarimen, faktor politik juga menjadi penghambat lambannya pembangunan di desa. Ganti pemimpin, ganti pengelola, dan ganti kebijakan.
???!!, Apakah itu tidak ada pembinaan khusus atau teguran khusus dari pihak kecamatan supaya pembangunan bisa berjalan secara berkala, agar apa yang sudah jalan tidak di rubah!!.
"Sudah kami lakukan itu, tapi kita tidak bisa memaksakan kewenangan itu terlalu jauh. Unsur politik atau unsur senang ngak senang dari sosok kepala desa, mau apalagi, Dia punya kuasa. "Ujarnya.
Unsur politik ini bukan tanpa alasan, Sosok kepala desa terpilih terkadang mengkaji dan mempelajari sendiri. Hingga dia menyimpulkan jika apa yang sudah dilakukan kepala desa yang lama itu kurang tepat.
"Dia ngomong, kita punya program sendiri. Apalagi dia tidak mau seperti yang lama. Mau apalagi. Tau sendiri tiap-tiap kepala desa visi-misinya beda. Kita dari kecamatan sudah lakukan saran, mau bagaimana lagi. "Keluhnya.
Problem ini yang pada akhirnya jadi biang terbuangnya uang negara dengan sia-sia, padahal jika itu dilanjutkan secara berkala oleh pejabat yang baru, proyeksinya akan mendatangkan PAD.
Memang tidak dikorupsi, namun jika itu sampai mangkrak tetap saja menimbulkan kerugian besar yang bisa berdampak luas. Anggaran yang harusnya bisa mendatangkan PAD, mandek tidak berkelanjutan. Investasikan menjadi sia-sia karena manfaat proyek tidak terwujud. Hal ini setara dengan pemborosan uang pajak rakyat.
Dampaknya Masyarakat gagal memperoleh manfaat yang dijanjikan sesuai paparan disaat musrembang atau dalam visi-misi kepala desa. Potensi pertumbuhan ekonomi pun terhenti.
Akhirnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa berkurang. Bersambung. (Syafii/Yus).
