Pasuruan, Pojok Kiri.
Memiliki perhiasan berkilau tidak selalu mahal harganya. Untuk bergaya dan tidak membuat malu, Yunus, warga dusun Sangglut desa Karangrejo kecamatan Gempol kabupaten Pasuruan, bisa menyulap tembaga dan kuningan menjadi lebih berkilau seperti emas alias mamas (emas imitasi).
Tentu perhiasan itu bukan asli seperti banyak yang dijual di toko emas. Melainkan, terbuat dari campuran tembaga dan kuningan yang dibentuk seperti perhiasan emas asli.
Bermula dari, bom Bali I tahun 2002 yang mengguncang perekonomian. Industri perak pun terdampak. Kondisi itu diperparah dengan bom Bali II pada 2005.
Bom Bali pertama Yunus Muda
memutuskan untuk pulang kampung, tidak kembali lagi. Tapi kerja di rumah sendiri. Hal ini karena pasar perak meredup, apalagi harga perak saat utu terus naik mulai harga 300ribu sampai 10juta per kilo.
"Di Bali memang waktu itu pasar kerajinan perak sangat ramai, di minati tamu dari luar negeri. Setelah ada bom Bali, harga perak terus melambung, ngak nutut untuk beli bahannya. Perak saat itu satu kilo 300ribu terus menanjak sampai 10 juta. Akhirnya saya ngak bisa beli bahan lalu balik kanan ke perhiasan mamas ini. "Ungkap Yunus pada Pojok kiri.
Lesunya industri perak di Bali tidak menyurutkan semangat putra asli dusun Sangglut desa Karangrejo Kecamatan Gempol bernama Yunus bangkit dari kepurukan. Justru Ia nekat terjun ke dunia perhiasan Mamas dengan nama usaha CV. Mamas Juwaleri yang didapat dari kementrian jakarta, (kemenkumham).
Awalnya dia belajar dari temannya yang ada di Sidoarjo, mulai dari peleburan bahan baku, Tembaga, Kuningan, dan nekel, sampai proses cetak buat ukuran. Dari bahan-bahan tersebut, kemudian dibentuk menjadi aneka perhiasan mamasan.
Ada berbagai macam perhiasan yang dibuatnya. Seperti gelang, cincin, kalung, liontin, anting, dan bros yang bernilai seni tinggi dari bahan tembaga dan kuningan. Dia juga membuat desain untuk memodifikasi model perhiasan yang diproduksinya. Kemampuan ini tidak lepas dari keahlian dirinya saat masih jadi pengrajin perak di Bali.
"Ilmu ini saya dapat saat di Pulau Dewata Bali, ikut kemasan di Bali. Saya di Bali 7 tahun,"ucapnya.
Proses pembuatan kerajinan perhiasan ini dilakukan secara manual oleh dirinya dan ke 9 karyawannya. Penagananya harus penuh dengan ketelatenan. Perhiasan setengah jadi yang kondisinya masih kotor dan kasar diamplas menggunakan alat amplas halus dan kasar. Setelah terlihat agak halus, kemudian dipoles sampai mengkilap.
Bisnis mamas milik Yunus ini terbilang ramai, karena kwalitas dan desainnya yang sangat diminati pembeli, bahkan sampai kuwalahan terima order apalagi menjelang hari raya. Pembelinya tidak hanya dari lokal Pasuruan, tapi
mulai Trawas, Mojosari, Surabaya, Pasuruan, Blitar, sampai Bali. Omset yang ia dapat dalam satu Minggu mencapai puluhan juta rupiah.
Dia juga menceritakan, bahwa dirinya dipercaya sebagai ketua pengrajin perhiasan perak se-kabupaten Pasuruan. Termasuk sebagai wakil ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) kabupaten Pasuruan. Sudah hampir 20 tahun menggeluti usaha ini, bahkan sebelum dirinya menjadi perangkat desa Karangrejo.
"Sebelum saya jadi kasun sangglut desa Karangrejo. Saya sudah kerja ini."ujarnya.
Mamas Juwaleri ini seringkali di undang pemkab Pasuruan untuk mengikuti pameran, mulai tingkat kabupaten sampai nasional.
Yunus, berharap ke depan dapat bantuan dari pemerintah kabupaten Pasuruan, agar bisa mengembangkan usaha, dan peluang lapangan kerja. (Syafi'i/yus).