Pasuruan, Pojok Kiri
Nama Jenggala dan Panjalu merupakan dua nama kerajaan di Wilayah Jawa bagian timur yang muncul secara bersamaan di awal abad ke XI M akibat pembelahan wilayah Kerajaan Kahuripan yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1037 M (𝐏𝐫𝐚𝐬𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐊𝐚𝐦𝐚𝐥𝐚𝐠𝐲𝐚𝐧, 10 Nopember 1037 M, baris ke-30).
𝐏𝐫𝐚𝐬𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐌𝐚𝐡𝐚𝐤𝐬𝐨𝐛𝐡𝐲𝐚, 21 September 1289 M yg dikuatkan oleh Raja 𝐒𝐫𝐢 𝐊𝐞𝐫𝐭𝐚𝐧𝐚𝐠𝐚𝐫𝐚 (1286-1292 M) dari 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐓𝐮𝐦𝐚𝐩𝐞𝐥.
"... vainŗpayor yuddhākaiikșinoh
estāsmaj janggalety eșā pamjaluvișayā smŗtā... "
𝐀𝐢𝐫𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 memproklamirkan diri menang atas musuh-musuhnya setelah masa konsolidasi berselang dalam beberapa tahun semenjak sang raja didaulat menjadi raja setelah dalam pengasingan selama tiga tahun (11 Januari 1020 M) dan mendirikan ibukota kerajaan di 𝐖𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐬 ( 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐂𝐚𝐧𝐞, 27 Oktober 1021 M) .
Pergolakan demi pergolakan dilaluinya dengan sangat terjal, beberapa kali jatuh bangun akibat perseteruan dalam peperangan bersama musuh-musuhnya.
Bahkan keraton nya 𝐖𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐬 pernah hancur porak-poranda diduduki musuh, hingga Airlangga lari mohon pelindungan di 𝐃𝐞𝐬𝐚 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐤𝐚𝐧 (𝐏𝐫𝐚𝐬𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐓𝐞𝐫𝐞𝐩 1032 M).
Setelah 𝐀𝐢𝐫𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 mengalahkan musuhnya yang terakhir untuk kedua kalinya, selanjutnya ia memproklamirkan dirinya menang atas musuh-musuhnya selama 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐤𝐨𝐧𝐬𝐨𝐥𝐢𝐝𝐚𝐬𝐢 dan sekigus menjadi raja penguasa 𝐁𝐡𝐮𝐦𝐢 𝐉𝐚𝐰𝐚 belahan Timur dengan mendirikan 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐊𝐚𝐡𝐮𝐫𝐢𝐩𝐚𝐧.
Tak selang berapa lama 𝐀𝐢𝐫𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚 mengundurkan diri (lengser keprabon) sebagai 𝐑𝐚𝐣𝐚 𝐊𝐚𝐡𝐮𝐫𝐢𝐩𝐚𝐧 dan memilih menjadi seorang pendeta dengan gelar kependetaan nya 𝐀𝐣𝐢 𝐏𝐚𝐝𝐮𝐤𝐚 𝐌𝐩𝐮𝐧𝐠𝐤𝐮 𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐢𝐧𝐚𝐤𝐚𝐜𝐚𝐭𝐫𝐚 𝐧𝐢𝐧𝐠 𝐁𝐡𝐮𝐰𝐚𝐧𝐚. Sesuai isi 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐆𝐚𝐧𝐝𝐡𝐚𝐤𝐮𝐭𝐢, 24 Nopember 1042 M.
Menjelang lengser keprabon, Airlangga meminta saran pada penasehatnya ( Mpu Bharada/Arya Bharada) untuk merancang pembelahan Kerajaan Kahuripan, sebagaimana diceritakan dalam serat Calon Arang-"Jawabhumi Apalih "Panjalu-Jenggala".
Airlangga ingin berlaku adil pada putra putranya. Dalam serat babad diceritakan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri. Istri pertama Dewi Galuh, putri dari raja Dharmawangsa teguh yang berarti saudara sepupunya sendiri dan istri kedua adalah putri dari lurah Cane.
Selanjutnya bahwa putra pertama berjenis kelamin wanita (Kilisuci) tidak berkenan menjadi raja menggantikan ayahnya. Maka Mpu Bharada (seorang brahmana agung, pujangga yang menjadi penasehat Agung dalam Sapta prabu) orang besar pada jamannya, membentuk sebuah badan dan memimpinnya sendiri, dan mulai bekerja.
Di dalam membagi kerajaan, Mpu Bharadah memakai metode "memancungkan air dalam kendi di udara
yang artinya Kerajaan Kahuripan yang wilayahnya meliputi seluruh pulau Jawa, dan berpusat di wilayah Timur, dibangun selama 113 tahun, mulai jaman pemerintahan Medang Mpu Sendok tahun 851 saka (929 Masehi) sampai dengan akhir masa pemerintahan Airlangga tahun 1042 M. Adalah sebuah Kerajaan besar yang didalamnya sudah banyak bermunculan gedung-gedung, sarana umum, pusat-pusat perdagangan, perbelanjaan, pusat-pusat industri, pusat pendidikan.
Yang berarti juga telah banyak tumbuh pedesaan dan kota-kota yang ramai. Oleh sebab itu hal yang paling sulit adalah membagi central pemukiman di wilayah timur Pulau Jawa. Antara pantai selat Madura sampai batas Jawa timur / Jawa tengah sekarang.,
wilayah itu juga mesti dibelah.
Seperti halnya membagi Negara Jerman menjadi dua paska Perang Dunia kedua. Membelah negara Jerman menjadi dua adalah hal yang mudah, tetapi bagaimana membelah kota Berlin? "Jawabhumi apalih" pengertian apalih disini tidak selalu harus dibagi dua. Apalih, mempunyai pengertian dasar "membagi". Bisa menjadi dua, tiga, empat dan seterusnya.
Metode Mpu Bharada (Air Kendi dengan lubang kecil di
kuyurkan dari udara) mempunyai arti pembagian yang harus melewati bukit-bukit dan gunung-gunung, jurang dan sungai, hutan dengan pohon-pohon besarnya, gedung-gedung dan industri, hal ini tidak sama dengan membuat garis dalam peta di kertas. Dengan cara mengucurkan air lewat lubang
kendi yang kecil dari udara itulah baru dirasakan adil. Hal
itu dilakukan oleh Mpu Bharada.
Tapal batas ditandai dengan air "kendi" yang mancur dari langit. Dari Barat ke Timur di sepanjang sungai sampai ke laut. Membelah dari Utara ke Selatan tidaklah terlalu jauh, bagai dipisahkan oleh samudra. 𝐁𝐡𝐮𝐦𝐢 𝐉𝐚𝐰𝐚 menjadi dua kerajaan, dengan disertai kutukan bagi siapa saja yang menentang pembagian itu. Dan batas dari kedua kerajaan itu adalah tugu dimana abu jenazah Ibu Suri Rajapadmi disimpan.
Mitos, bahwa pada saat Mpu Bharada melakukan pekerjaan pembagian "terbang dengan mengucurkan air kendi dari udara, karena terbang terlalu rendah, jubahnya tersangkut pohon Asam. Marahlah Sang Pendeta, jubahnya tersangkut di puncak pohon asam (kamal) yang tinggi. Beliau terbang lagi mengutuk pohon asam agar menjadi kerdil (pandak).
Selesai bertugas, kendi suci ditaruh di Dusun Palungan (Pulungan). Di dusun inilah Mpu Bharada mematok batas Daha dan Jenggala, sebagai tugu batas bertuah (gaib) yang tidak boleh mereka lalui, dan samai sekarang di desa Kepulungan ada dusun Tugu.
Maka itulah sebabnya dibangunlah sebuah candi (sudarmma) guna memadu 𝐁𝐡𝐮𝐦𝐢 𝐉𝐚𝐰𝐚 kembali. Meski candi itu sekarang kondisinya runtuh bahkan jadi lahan pemakaman umum, di dusun Betas.
Disini dapat dimaknai bahwa Mpu Bharada sudah berusaha keras untuk berbuat seadil mungkin dalam pembagian, namun tetap saja sebagai manusia Mpu Bharada
tidak mampu. Masih ada banyak pihak yang merasa tidak puas. Ketidakpuasan berujung pada ketegangan, namun pada akhirnya hal tersebut bisa diselesaikan lewat pendekatan kekeluargaan, yakni lewat jalan pernikahan.(Syafi'i/yus).