Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Raos Pecinan Desa Carat Pintu Gerbang Bandar Pelabuhan Hujung Galuh yang Hilang.



Pasuruan Pojok Kiri
Sejak masa Kerajaan Medang yakni kerajaan Mpu Sendok sampai dengan Dharmawangsa Teguh Bandar Hujung Galuh sudah ada.

Kalau ditilik dari uraian prasasti Kamalagyan, apalagi pada masa pemerintahan Maharaja Erlangga dengan proyek Maharaja dan Bendungan Waringin Saptanya, Bandar Dagang Hujung
Galuh. Airlangga merenovasi sedemikian rupa sehingga dinyatakan sebagai Bandar Internasional sebagiamana diuraikan dalam Prasasti Kamalagyan, "... Manarahu samanghulu mangalab Bandar ri Hujung Dluh, teka rikang para pahuwang punyaga sangka ring Dwipantara (artinya : Luar Negeri / Internasional), samanunten ri Hujung Galuh..."

BANDAR DAGANG HUJUNG GALUH yang semula hanya
sepanjang kali porong, dari Mlirip/Canggu sampai dengan laut selat Madura, diperluas hingga sampai ke Kali Mas seluruhnya. Bahkan pada akhirnya yang disebut dengan Bandar Hujung Galuh adalah meliputi seluruh wilayah Lembah Delta Hilir Sungai Brantas, artinya seluruh wilayah Kahuripan yang
disebut Sidoarjo. Oleh karena itu Kahuripan adalah kota
Bandar / kota Air. Sehingga terbentuklah dua Bandar: Bandar (pelabuhan) Laut di ujung Kali Mas dan Bandar (pelabuhan) Sungai di sepanjang Kali Porong dengan pintu gerbangnya dua patung dwrapala yang ada di Raos Pecinan saat ini, dusun Raos desa Carat kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.


Tentang Bandar Sungai tersebut bisa dibuktikan salah satunya Pertemuaan antara Kali Porong dengan kali Sadar yang' sekarang berada di daerah Desa Tanjang Kecamatan Ngoro berbatasan dengan Desa Tanjak Wagir Kecamatan Krembung
Bila kita amati struktur dan kontur tanah disekitar kedua
sungai, sangat dimungkinkan pertemuan kedua sungai tersebut konon di jaman Kahuripan berada jauh menjorok ke barat,
setidak-tidakmya di desa Ngimbang / Luminggir Kecamatan Mojosari bersebelahan dengan desa Prambon, Kajar, trengguli
Gedangrowo kecamatan Prambon Sidoarjo. 

Demikian pula dengan wilayah timur, konon bibir selatan Kali Porong berada di kaki Gunung Perahu (anak gunung Penanggungan). Kalau
kita amati nampak sekali " posisi tanah-tanah diwilayah
tersebut terutama hamparan diantara kedua sungai, kalau
ditarik garis vertikal ke sungai, berada dibawah ketinggian air
sungai, bahkan masih berada dibawah dasar sungai. Dengan
demikian jelas bahwa Kahuripan-Singosari dan Mojopahit, lebar sungai Porong minimal 1 km, dan sudah barang tentu dengan debit air penuh.

Ditengah-tengah sepanjang Kali Porong terletak Desa
Bandar Asri (Bandar yang indah) bersebelahan dengan
Desa Kembang Sri/ Kembang Asri (bunga yang indah) yang
disebut dalam Prasasti Gandakuti bertahun 964 saka (24 November 1042 Masehi ) diterbitkan oleh Maharaja Erlangga. Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana), juga disebut dalam Kitab Negarakertagama. Kedua desa tersebut berseberangan dengan sungai (dibatasi Kali Porong). Bandar asri disebelah utara Kali Porong, sedangkan Kembang Sri disebelah selatan.

Mengacu pada catatan Cina yang ditulis oleh salah seorang
awal kapal Cheng Ho yang bernama Ma Huan yang berjudul Ying Yak Sheng Lan memberitakan sebagai berikut, "..........
Pada saat menghadap Raja Mojopahit, pelabuhan pertama
yang disinggahi adalah Tuban. Dari Tuban terus ke Gresik,
selanjutnya ke Surabaya. Dari Surabaya berganti kapal berlayar kearah selatan menuju Canggu.
Kata "kearah selatan" memberikan petunjuk kepada kita bahwa rombongan Laksamana Cheng Ho berlayar menyusuri pantai
hingga selanjutnya memasuki Kali Porong dan berlabuh di
Bandar Hujung Galuh. Bila menyusuri Kali Mas, arahnya ke barat untuk menuju ke Canggu.

Pada jaman Mojopahit, Bandar Hujung Galuh justru lebih
besar dan ramai, bahkan sejak jaman Singosari hingga
Mojopahit, Bandar Hujung Galuh juga berfungsi sebagai
Bandar Perang ( Pangkalan Militer), oleh karena itu untuk
menghadap Raja Mojopahit kapal perang asing tidak
diperbolehkan berlabuh dalam jarak tertentu dengan tempat
bersemayamnya raja, maka diharuskan berganti kapal (kapal perang Mojopahit), ini semata mata demi pengamanan raja.

Catatan cina ini juga harus dikaitkan dengan catatan Portugis Suma Oriental " karya Tome Pires yang mengagambarkan
tentang KEINDAHAN BANDAR SUNGAI pada jaman
Mojopahit, "pemandangannya sangat indah dengan bunga
warna-warni, dekat dengan peninggalan Erlangga"
Kata "dekat dengan peninggalan Erlangga", menunjukkan bahwa Bandar itu adalah Bandar sungai sepanjang Kali Porong dengan pintunya di Bandar Raos Pecinan. 

Dari situ Gunung Pawitra atau Penanggungan dimana Erlangga di Perabukan sangat dekat, dan terlihat jelas Patirtaan Belahan, dan Candi Gapura Jedong Waton Mas, serta gapura Kembar Partaban Belahan Nongko.

Dibibir selatan Kali Porong sebelah, ada dusun bernama Pecinan Raos, sekarang masuk wilayah desa Carat kecamatan Gempol Pasuruan berseberangan sungai dengan Dusun Kluwa/ Macanmati Desa Kebon Agung
Kecamatan Porong Sidoarjo.

Sejak jaman Kahuripan Pecinan Raos adalah perkampungan cina. Disanalah berkumpulnya para pedagang cina, yang mempunyai peranan penting pada saat berdirinya
Mojopahit. Didalam kitab Negarakertagama diberitakan,
bahwa Raden wijaya (Sangrama Wijaya) pada saat bersemayam di Tanah Tarik yang merupakan hadiah dari Raja Kediri Jayakatwang, sempat dikunjungi kelompok komunitas Cina dari perkampungan Cina di tepi Kali Porong. Para penduduk lama disitu, kampung pecinan itu ada dua, Pecinan pertama
di Pecinan Raos sekarang, sedangkan Pecinan kedua, persis di sebelah timur jembatan Porong. Hingga sekarang penduduk asli Pecinan Raos masih tampak ciri khususnya dan sebagian
mereka yang paham, mengakui sejarah itu.

Didusun Pecinan Raos sebelah barat, hanya beberapa meter
dari bibir sungai, ada SEPASANG DWARAPALA yakni dua patung raksasa Penjaga Pintu Gerbang. Jelas itu adalah salah satu pintu gerbang Bandar Hujung Galuh. Sepasang dwarapala itu agaknya simetris bentuknya dengan sepasang Dwarapala di Singosari, hanya di Raos Pecinan itu ukurannya lebih kecil.

Di bibir Kali Porong depan patung dwarapala Raos Pecinan diketemukan puing-puing babakan, atau batu bata kuno berundak dengan lebar 200 meter , yakni undakan batu/batu bata, dan ada juga, di Desa Bandar Asri dan Desa Kembangsri.

Di berita Pojok Kiri sebelumnya Erlangga merubah lembah hilir Delta Brantas yang identik dengan rawa-rawa, menjadi pusat hunian mandiri, serba ada, prospektif, metropolis pada jamannya.

Erlangga dinobatkan sebagai raja Medang menggantikan
ayah mertuanya pada tahun 1019 Masehi di Candi Kebonsari Ireng, yang sekarang ada di dusun Kebonsari Ireng, desa Ngerong Kecamatan Gempol. Selanjutnya Airlangga 
berkedudukan di Kraton Waton Mas. Sembari menata
pemerintahannya, beliau membangun sebuah kota di
Lembah Hilir Delta Brantas. Pembangunan itu sendiri selesai pada tahun 1032 Masehi, hal ini berarti pembangunan itu
memakan waktu hingga 23 tahun. Diresmikan pada tahun
1037 Masehi tepatnya Bulan Kartika tahun 959 saka (tgl 10
November 1037 Masehi ).
Peresmian ditandai dengan PELETAKAN PRASASTI
sebagaimana yang diketemukan di dusun Klagen Desa Tropodo wilayah kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

Yakni sebuah prasasti yang terbuat dari batu endesit (batu
kali) yang keras, yang titik leburnya sangat tinggi, dengan
ukuran panjang 115cm, tebal 28cm dan tinggi 215cm.
PROYEK MAHARAJA yang dengan menitik beratkan
pada BENDUNGAN WARINGIN SAPTA tidak hanya
sekedar untuk menanggulangi bencana banjir, tetapi juga
membangun sebuah KOTA yang kelak dicanangkan sebagai IBU KOTA sebuah negeri KAHURIPAN dengan
ditengarahi prasasti dari batu endesit bertitik lebur tinggi,
agar kelak terbaca oleh anak cucunya, generasi berikutnya.
Hal ini terbukti walau berusia 1000 tahun lebih, tulisan
dengan huruf dan bahasa jawa kuno itu masih bisa dibaca. BERSAMBUNG (Syafi'i/yus)