Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Artefak Zaman Megalitikum Gemparkan Warga Kepulungan dan Ngerong.



Pasuruan, Pojok Kiri
Jauh sebelum masa modern saat ini,  kebudayaan masa megalitik ini penyebarannya melalui 2 gelombang yaitu Megalitik Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolitikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Seberang (Proto Melayu), dan Megalitik Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM ) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Dari penyebaran 2 gelombang ini dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar benda batuan-batuan besar seperti dolmen, kubur batu, sarkofagus, punden berundak, menhir, arca dan patung. 

Hal ini bisa di lihat juga keberadaan peninggalan era megalitikum tersebut di Kabupaten Pasuruan, khusunya di kecamatan Gempol desa Kepulungan dan desa Ngerong, di mana manusia belum mengenal tulisan yang dikenal dengan zaman praaksara. Zaman praaksara sendiri terbagi menjadi empat periode, salah satunya adalah zaman megalitikum, termasuk ke dalam periode zaman batu, karena manusia saat itu masih menggunakan batu sebagai peralatan sehari-hari. Selain batu, ada juga peralatan yang terbuat dari tulang, bambu, ataupun kayu. Namun, batu tetap menjadi alat utamanya.

Terkadang kita yang hidup di zaman sekarang melihat peninggalan nenek moyang kita itu sebagai hal biasa.  Padahal kalau kita ungkap benda-benda itu keberadaannya merupakan peninggalan 
di zaman megalitikum.

Peninggalan tersebut bisa juga erat kaitannya dengan kepercayaan animisme, yakni pemujaan kepada roh nenek moyang yang dianut oleh masyarakat masa itu.


Zaman ini Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.Tempat tinggal menetap.Telah mengetahui sistem pembagian kerja.Telah ada pemimpin atau kepala suku.Sudah memanfaatkan logam untuk dijadaikan peralatan sehari-hari.Sudah ada norma-norma yang berlaku.

Menggunakan sistem hukum rimba (primus interpercis), yaitu memilih yang terkuat dari yang terkuat.

Zaman megalitikum juga dikenal dengan zaman batu besar karena pada masa itu berkembang tradisi masyarakat mendirikan bangunan yang terbuat dari batu besar. Bangunan-bangunan itulah yang kini dikenal sebagai peninggalan sejarah zaman megalitikum, seperti halnya yang ada di beberapa desa wilayah kecamatan Gempol khususnya desa Kepulungan dan Ngerong terdapat peninggalan zaman megalitikum.  Desa Kepulungan ada  Menhir, berupa tugu batu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Batu ini juga menjadi penanda peringatan untuk orang yang telah meninggal. Keberadaannya ada di dusun Tamanan dan dusun Pulungan.

Bahkan ada juga Sarkofagus tempat yang digunakan untuk menyimpan jenazah yang terbuat dari batu besar yang dibangkas. Di temukan di pemandian air panas yang lama dusun Arcopodo, pada 13 Agustus 2022. 

Arca Ganesa yang ada di area pemakaman dusun Genukwatu,  adalah patung yang dibuat sebagai media pemujaan terhadap arwah yang telah meninggal.

Awak media pojok Kiri mencoba menulusuri lebih jauh dari unsur teknologinya, karena kalau di lihat dari bentuknya, benda tersebut tidak asal membuat tapi sudah memakai ilmu teknologi, goresan yang sejajar, simetris dan halus, menandakan bahwa nenek moyang kita membuat sesuatu dengan perhitungan dan kegunaannya. Karena akhir-akhir ini Desa Kepulungan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan pagi ini (24/2/2023) menemukan dan membersihkan salah satu benda yang disinyalir peninggalan zaman megalitikum, letaknya dekat dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dusun Betas.

" Kalau ini watu dakon Mas, cuman patah, patahannya masih kita coba menelusuri, terkait kegunaannya untuk menghitung prakiraan dalam upacara-upacara, bisa cuaca, kematian dan lain lain, "Ucap Didik Hartono Kades Kepulungan saat di temui awak media Pojok Kiri di tempat kerjanya, sambil menunjuk batu dakon yang sudah di amankan.

Pojok Kiri mencoba lagi menelusuri lebih jauh, kesamaan benda, ternyata ada benda yang sama dan masih utuh di area pemakaman dusun Kecicang desa Ngerong, disini lebih utuh dan lengkap, Watu dakon dan Genok watu(bejana) dan ada Arcanya.

Religiusitas warga saat itu bisa diartikan lewat artefak - artefak yang di tinggalkan, seperti yang ada di desa Ngerong dan Kepulunhan. Setidaknya sudah ada zaman prasejarah.

Artefak ini disebut sebagai watu dakon, karena bentuknya seperti permainan dakon. Ada beberapa lubang di permukaan batu itu, seperti halnya lubang di permukaan alat permainan dakon. 

Terkait fungsi watu dakon ini masih spekulatif seperti yang di sampaikan Didik Hartono. Ada yang menghubungkan fungsi batu ini dengan aktifitas menghitung tibanya masa tanam. Termasuk untuk upacara bercocok tanam, yang bermakna kesuburan.


"Bisa jadi benda ini adalah adalah alat untuk menghitung atau untuk upacara bercocok tanam, karena wilayah di sepanjang mulai Pandaan sampai desa Gempol adalah wilayah pertanian atau bercocok tanam. " Terang Jemik Sadiman.

Sedangkan pendapat lain batu dakon lekat dengan prosesi upacara kematian.
Pendapat inimerujuk pada buku Sukendar (1980).

Fungsi watu dakon sebagai alat menghitung masa tanam karena sistem bercocok tanam kala itu mengandalkan tadah hujan. Dengan lubang-lubang di permukaan batu, petani zaman pra sejarah (megalitikum) memakai alat tersebut untuk melihat apakah sudah masuk waktu bertanam ataubelum. Kemungkinan apabila air hujan memenuhi lubang lubang itu, mereka memutuskan untuk menanam.

Logika ini mirip pengukuran banyak curah hujan yang di lakukan di ere moderen. Yakni menggunakan bejana berukuran 1X1 meter. Ketinggian air dibejana itu diukurdalam milimeter.karena itulah satuan curah hujan moderen adalah milimeter.

Yang juga menguatkan fungsi watu dakon terkait bidang pertanian adalah lokasi penemuannya. Di dusun kecicang desa ngerong dan Dusun Betas yang mana dulunya sampai sekarang adalah lahan pertanian. 

Artefak lain jaman prasejarah megitikum  yang di ketemukan di sebelah watu dakon   adalah Genuk watu, dimana Genuk watu ini adalah satu kaitan dengan watu dakon, fungsinya sebagai bejana dalam mengukur ketinggian air.

Keberadaan benda tersebut Pojok Kiri juga mewawancarai Kasun Kecicang, Dinas Karno Bahtiar, menurutnya, " untuk batu-batu ini terus terang sebelum saya tinggal di sini, batu-batu ini sudah ada, terkait sejarahnya kapan, saya tidak tau, yang jelas peninggalan mbah-mbah leluhur kita. "Ucapnya.

Menurutnya, bahwa benda tersebut pernah di kunjungi dari pihak arkioloq, namun dia mengatakan kalau benda ini bukan kategori purbakala,maka atas inisiatif warga supaya tidak terjadi perusakan dan pencurian, tempatnya di pagar.

"Niatan kita hanya melestarikan saja mas peninggalannya leluhur, tidak ada niatan apapun supaya tidak di curi dan di rusak oleh tangan-tangan jahil. "Pungkasnya.

Hal yang sama juga di sampaikan oleh tokoh masyarakat setempat, " Alhamdulillah warga Kecicang dengan keberadaan seperti ini, kalau dulu tempat ini dijadikan tempat untuk muja-muja, tapi sekarang sudah mayoritas muslim, memang tujuan kita hanya untuk melestarikan saja, bukan untuk tujuan lain, dan kebetulan makam ini peninggalan Mbah kita. "Tambahnya.

Dikisahkan juga bahwasannya di tempat tersebut dulunya untuk tempat sedekah bumi dan banyak patung arca (reco), " dulu banyak reconya, dibuang di Kedung di sebelah itu (Kedung Bibis) , "sambil menunjukkan arah tempat Kedung Bibis yang tak jau dari keberadaan Watu dakon dan Genuk Watu.(FII/yus)