Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

1 Abad NU, PBNU Gelar Bahtsul Masail, Dorong Pengesahan RUU BPOM

Suasana pemecahan masalah dalam forum Bahtsul Masail di Pondok Pesantren (Ponpes) Canga'an Pasuruan

Pasuruan, Pojok Kiri
Lembaga Bahtsul Masail (LBM ) Nasional, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyiapkan sejumlah usulan untuk dirumuskan dalam kebijakan di pemerintahan. Rumusan usulan itu dibahas dalam Bahtsul Masail Nasional yang dilangsungkan di Pondok Pesantren (Ponpes) Canga'an di Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (4/2/2023).

Hajatan yang digelar dalam perayaan Satu Abad NU itu,  dihadiri banyak kyai dan ulama. Mereka berkumpul dan melakukan pembahasan hingga mengeluarkan fatwa berkaitan isu-isu yang berkembang saat ini.

Bahtsul Masail ini  merupakan rangkaian perayaan 1 Abad NU di Jawa Timur, dipimpin langsung oleh Wakil Rais ‘Aam PBNU, Dr KH Afifuddin Muhajir dan Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Mahbub Maafi, ada beberapa bahasan yang digelar dalam Bahtsul Masail kali ini, berkaitan dengan rancangan UU terakait makanan ataupun obat sehingga menjadi regulasi baru.

Bahtsul Masail ini juga diikuti via zoom oleh Menko PMK, Muhajir Effendy, anggota Watimpres RI, Mayjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Ninik Wafiro serta ratusan ulama dari berbagai penjuru Indonesia.

Dalam Bahtsul Masail tersebut ada beberapa hal yang  dibahas. Salah satunya adalah tentang Rancangan Undang-undang (RUU) untuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Sebenarnya ada baberapa isu yang renacanaya kita bahas hari ini, salah satunya rancangan undang-undang pengawasan obat dan makanan,” kata Ketua LBM Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mahbub Maafi.

Menurut Maafi, pembahasan rancangan undang-undang pengawasan obat dan makanan dalam Bahtsul Masail sangat diperlukan karena ada sesuatu hal yang urgen dan mendesak.

Pasalnya beberapa waktu lalu, kasus gagal ginjal akut menimpa ratusan anak di Indonesia. Hal itu menjadi perhatian LBM PBNU, terutama saat produk sudah beredar (posmarket).

“Jadi ini perlu penguatan, karena melihat beberapa kasus yang terjadi belakangan ini terbukti ada obat-obatan yang memang sudah ada izin BPOM dan dari dokter tapi menimbulkan masalah, ada persoalan setelah beredar, ini pengawasannya agak lemah,” urai Maafi.

Dalam konteks ini, dijelaskan Maafi, pihaknya tidak semerta-merta menyalahkan BPOM. Melainkan karena sistem yang bisa jadi kurangnya ruang untuk melakukan pengawasan.


“Untuk rekomendasi lihat nanti hasil dari Bahtsul Masail ini. Tapi saya lihat dari masukan yang ada memang kebanyakan mayoritas memberikan dukungan untuk segera mengesahkan RUU tersebut,” jelasnya.

Sekedar diketahui, dalam forum pemecahan masalah kontemporer ini, juga membahas tentang konsep Al-I’anah ‘Ala al-Ma’shiyah (larangan membantu perbuatan kemaksiatan).

Beberapa isu sensitif bisa dijadikan sebagai contoh. Misalnya seorang muslim bekerja di rumah milik non-muslim dimana salah satu pekerjaannya adalah membersihkan perabotan dapur yang tersentuh makanan najis seperti babi, menjadi tukang dalam pembangunan gereja, hingga bekerja sebagai kurir dari perusahan minuman keras.

"Pembahasan ini berawal dari dilema para kerja muslim, yang bekerja misal di pabrik bir atau di pabrik-pabrik yang secara syariat islam tidak diperbolehkan, namun mereka menggantungkan hidup disana,” pungkas Maarif. 


Bukan hanya soal obat ataupun makanan, hal lain yang bakal dibahas, juga mengenai pekerja muslim yang mencari nafkah di rumah non muslim. Di mana salah satu pekerjaannya adalah membersihkan perabotan dapur yang tersentuh makanan najis seperti babi, menjadi tukang dalam pembangunan gereja.

Atau bekerja sebagai pelayan di bar, menjadi kurir dari perusahan minuman keras, menyewakan rumah untuk kegiatan agama lain maupun sebuah perusahan menjual etanol kepada perusahaan pembuat minuman keras. Bahkan dalam skala yang lebih luas. Misalnya menyangkut kerja sama antara negara mayoritas berpenduduk muslim dengan negara mayoritas penduduknya non-muslim.

“Ini menjadi kecanggungan di tengah masyarakat. Boleh tidak memberi makan keluarga, dari hasil kerja di perusahaan tersebut. Hal ini akan menjadi bahasan kami juga, agar MUI bisa mengeluarkan fatwa,” tandasnya.  

Kyai yang juga merupakan pengurus Ponpes Canga’an ini menambahkan, bahasan lainnya berkaitan dengan UU kekerasan seksual. Mengingat, banyak masyarakat mengadu ke PBNU tentang minimnya regulasi tindak penanganan kekerasan seksual. Di mana, secara dhohir sangat diskriminatif terhadap wanita.(Fii/Yus)