Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Ritual Ruwat Desa, Representasi Rasa Cinta kepada Sang Leluhur Babat Desa Bulusari



Pasuruan, Pojok Kiri
Masyarakat pedesaan masih mempercayai adat istiadat yang diwariskan oleh pepunden atau sang babat alas. Salah satu tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini adalah ritual ruwat desa.

Tentunya beberapa desa di Indonesia melakukan ruwat desa dengan cara berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri. Ada salah satu desa yang masih melaksanakan ritual tersebut, yaitu desa Bulusari.

Pemerintah Desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan  menjadwalkan agenda berziarah ke permakaman dan prasasti di enam tempat bersejarah, Jumat (18/9/2022) pagi ini dalam rangka ruwat deso.

Enam tempat yang diziarahi itu antara lain: 1. Prasasti Cungrang dan ziarah makam Kepala desa Bulusari pertamam Djoyo Sudarso era Pemerintahan Belanda yang wafat tahun 1958, 2. Makam Mbah Cho yang babat dusun Mbulu, 3. Ziarah makam Karto Admojo kepala desa pertama Bulusari), 4. Makam H. Moh. Tohir (Mantan Kepala desa Bulusari), 5. Makam H. Yudono (mantan kepala desa Bulusari), 6. Kunjungi Petilasan Baru Rantai dan ziarah Makam Sayyid Ibrahim dan Eyang Gozali.

"Prosesi Sowan ziarah ke makam leluhur desa ini selain untuk memanjatkan doa untuk para leluhur desa, juga untuk mengingat akan perjuangan dan pengabdian para leluhur terdahulu. Sowan ziarah ini sangat penting agar generasi-generasi muda sekarang ini tidak lupa sejarah tempat dimana kita berpijak." ucap Ibu Kades Bulusari Hj. Siti Nurhayati.

Terpisah Subhan yang juga merupakan Ketua BPD Desa Bulusari  dalam obrolan ringan setelah acara selesai "Kalau bisa kegiatan ini berlangsung terus sebagai agenda kegiatan desa, sekaligus dijadikan sebagai sarana mengenang kembali sejarah. Selain sebagai ritual  nyekar atau ritual  ’keabadian’ dalam masa hidup yang begitu pendek di dunia,” katanya. 


Idealnya, setelah nyekar, seseorang akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik. “Melestarikan nama baik leluhur, itu yang lebih penting daripada menabur bunganya. Minimal mengenang sisi baik orang yang sudah meninggal, lalu bertekad untuk menjadi lebih baik, insya Allah akan beramal yang abadi, Yang pada intinya menyenangkan yang sudah meninggal dan menyenangkan yang masih hidup. "tuturnya, bijak.  

Ada yang menarik disaat awak media Pojok Kiri berada di  Prasasti Cungrang, yang berada di Dusun Sukci. Di sebelah selatan prasasti ada makam keluarga, tampak di sisi tembok ada bener bertuliskan makam Keluarga Djojo Soedarso.

Saat awak media penasaran dan melakukan penelusuran, sosok wanita menghampiri, dia mengaku sebagai cucu dari Djojosudarso, wanita tersebut menceritakan bahwa yang di makamkan di sini adalah  kepala desa pertama Desa Bulusari Djojosudarso, berkuasa  era Mataram Islam, pemerintahan  kekuasaan Belanda,  menjabat mulai tahun 1923 – 1932.

" Mbah Djojosudarso Lurah Bulusari di era Mataram, meninggal 1 Agustus 1958, punya anak namanya Supoyo Trunojoyo, yaa saya ini anaknya. Saat itu Saya masih ingat sekitar tahun 1976 Presiden pertama Indonesia IR. Soekarno pernah singgah di rumah saya, waktu itu saya masih umur 7 tahun, Pak Soekarno mengajak Bapak saya Supoyo Trunojoyo mengambil Pusaka desa Bulusari di Sumber Pancuran. Pak Karno itu kalau manggil Bapak itu dengan Panggilan Gus Cung, Yai Cung. "Tutur Mbah Ja'ani.

Ditempat itu rombongan Semua Unsur Perangkat desa Bulusari yang di pimpin Kepala desa Hj. Siti Nurhayati dan PJ. Camat Gempol dan rombongan di Prasasti Cungrang melakukan Istighozah dan tabur bunga di lanjutkan ke makam Mbah Cho, setelah itu melukukan ziarah ke makam K. Kerto Atmodjo yang saat itu menjabat mulai tahun 1941 – 1980  makamnya Selatan Balaidesa Bulusari barat jalan. Teguh Setiyawan cucu dari Kerto Atmodjo menyambut kedatangan rombongan.


"Ini makam Mbah Atmojo, beliau menjabat kepala desa tahun 1941 – 1980, sebenarnya sebelum Indonesia sudah menjabat, namun baru dapat SK tahun 1941, bahkan SKnya saya masih simpan sebagai arsip sejarah leluhur, " Terang Teguh.

Selesai melakukan Istighosah Rombongan melanjutkan Ziarah di makam H. M. Thohir menjabat mulai tahun 1989 – 2007 dan 
H.    Yudono menjabat mulai tahun 2007 – 2018. Selanjutnya melakukan perjalanan ke Petilasan Batu Rantai dan ziarah Makam Sayyid Ibrahim dan Eyang Gozali.

Bulusari adalah wilayah yang menjadi catatan sejarah bagi Kabupaten Pasuruan, khususnya Dusun Sukci yang memiliki Prasasti Cunggrang. Pasalnya, dari dusun itulah asal usul Kabupaten Pasuruan berdiri.

Berdasarkan pertimbangan perjalanan sejarah, 18 September 929 kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Kabupaten Pasuruan.

Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Kabupaten Pasuruan, yang menetapkan 18 September sebagai Hari Jadi Kabupaten Pasuruan.(Fii/Yus)