Pasuruan, Pojok Kiri
Dampak perubahan SMAN 1 Bangil menjadi SMAN 1 Taruna Madani mengancam kesempatan banyak pelajar untuk bisa bersekolah di SMA negeri. Pasalnya, keberadaan SMAN 1 Taruna Madani kian membuat kuota bagi siswa berkurang.
Padahal, ada ribuan lulusan SMP sederajat setiap tahunnya. Sementara, SMAN 1 Bangil merupakan satu-satunya. Selama ini, ada kuota hingga 432 siswa. Namun, dampak perubahan menjadi Taruna Madani jumlah tersebut bisa berkurang.
Akibatnya, banyak siswa yang kehilangan kesempatan bersekolah SMA negeri. Hal itu ditegaskan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Rusdi Sutejo. Menurut Rusdi, penolakan atas perubahan SMAN 1 Bangil menjadi SMAN 1 Taruna Madani bukan hanya berasal dari warga Bangil. Karena, ada empat kecamatan lain yang juga sama.
Yakni Beji, Gempol, Rembang dan juga Kraton. Penyebabnya, SMAN 1 Bangil adalah satu-satunya SMAN yang bisa menjadi jujukan lima kecamatan tersebut. Setiap tahunnya, ada kurang lebih dari 3 ribu lulusan SMP. Sebagian dari mereka, berharap bisa masuk SMA negeri.
“Satu-satunya SMA negeri kan di Bangil. Kesempatan sebelum menjadi madani, sudah ketat. Nah, ini mau ditambah dengan SMAN 1 Taruna Madani yang siswanya bisa di seluruh Indonesia. Apa tidak semakin sulit masuk SMA negeri,” bebernya.
Jika SMAN 1 Bangil dirubah menjadi SMAN 1 Taruna Madani, sistem penerimaan siswa baru atau PPDB (penerimaan Peserta Didik Baru) berubah. Semula, sistem zonasi yang diatur Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang sistem zonasi dipakai di SMAN 1 Bangil akan diubah menjadi sistem seleksi yang mengutamakan siswa berprestasi. Tentu dengan syarat-syarat khusus dan harus bisa membayar biaya yang mahal tiap bulan untuk biaya pendidikannya.
“Padahal sistem zonasi dibuat oleh pemerintah pusat, bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi,” tandasnya.
Hal inilah yang membuat warga menolak perubahan SMA negeri tesebut. Ia menambahkan, belum lagi soal biaya. Keberadaan SMAN 1 Taruna Madani, jelas akan menghilangkan kesempatan bagi warga Bangil, terutama masyarakat miskin untuk mendapatkan pendidikan bermutu dan gratis.
Biaya pendidikan di sekolah negeri tersebut jelas akan mencekik. Bayangkan, sumbangan dana pendidikan untuk warga Jawa Timur mencapai Rp 12,5 juta. Sementara, sumbangan pendidikan non Jawa Timur mencapai Rp 17,5 juta. Belum lagi, biaya pengadaan seragam dan lain-lain, senilai Rp 5 juta. Ditambah biaya hidup perbulannya, Rp 2,5 juta.
“Apakah mampu masyarakat miskin maupun kurang mampu, yang untuk makan saja susah bisa membayar itu semua,” sindirnya.
Harusnya, ada kajian berkaitan dengan perubahan tersebut. “Apakah sudah dilakukan kajian akademis perubahan SMAN 1 Bangil menjadi SMAN 1 Taruna Madani. Khususnya, dampak sosialnya bagi warga bangil dan sekitarnya ?!,” ungkapnya penuh tanya.(yus)