Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Waliyullah Arcopodo Pulungan, Mbah Yaii Mustakim , Santri Pengembara di Tiga Jaman.



Pasuruan, Pojok Kiri
Mbah Yaii Mustakim, sosok Kiai yang sangat disegani banyak kalangan. Ia merupakan bagian dari laskar Pangeran Diponegoro dan panglima Laskar Hizbullah. Kiai ini merupakan pendiri Masjid Imam Syafi'i pada jaman penjajahan Belanda, di dusun Arcopodo desa Kepulungan Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.

Kiai alim yang populer dengan nama panggilan Mbah Yai Mustakim ini lahir pada tahun
1803, asal Rembang Jawa tengah.

"Trah Mbah Yaii Mustakim ini dari Rembang Jawa Tengah, dekat dengan keluarga solo dan Jogja. Jaman Belanda pondoknya di bakar oleh Belanda. "Terang Muhammad Badrun Cucu Mbah Yai Mustakim, putra Mbah Yai Muslim.


Mbah Yaii Mustakim merupakan santri pengembara selain berjuang melawan Belanda bergabung dengan laskar-laskar perjuangan kemerdekaan. Sudah puluhan pesantren didatanginya untuk menimba ilmu. Dari Rembang sampai Pasuruan, hingga lajang, di umur 50 tahun Mbah Yai Mustakim Baru Menikah.

"Mbah Yaii itu menikah umur 50 bukan ngak payu rabi, karena setiap kali ke-pondok siapa saja Kyainya selalu pingin dijadikan mantu, mangkanya setiap kali ada kyai mau meminta dirinya jadi menantu, Mbah Yai langsung pamit. Jadi 50 tahun masih bujang dan jejaka, "Ungkap Ustadz Baderun.

Ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, Mbah Yai Mustakim yang menjadi perwira tinggi dalam kesatuan tempur menyebar, mendirikan sebuah Surow/Langgar/Mushollah Panggung dan merintis pendirian pondok pesantren untuk mengajar ngaji di dusun Arcopodo Desa Pulungan.


"Sebelum membangun masjid Mbah Yaii Mustakim sudah membangun mushollah dan pondok. Bahkan tempat itu dijadikan tempat pertemuan para wali-wali. Cerita ini di dapat dari pak Mahmudi (almarhum), ibunya pak Mahmudi itu juru masaknya pondok, ia sering di perintah, "mariyam masak Yoo, arep Ono tamu akeh. Di lihat sama Mbah mariyam di ruangan pondok satu orang pun ngak ada, cuman ada klompen banyak di luar mushollah, "Ungkapnya..

Konon Mbah Yaii Mustakim itu pernah sempat di tangkap Belanda, di glandang sampai jalan raya, berkat karomahnya mobil Belanda ini mogok semua, akhirnya oleh Belanda mbah Yaii Mustakim di suru kembali keruma, "tambahnya.

Selain mengikuti Perang Jawa di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro, Mbah Yai Mustakim juga ikut berjuang terwujudnya kemerdekaan 46 dan Berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Mbah Yaii Mustakim hidup di tiga jaman, perang Jawa, sebelum merdeka, dan setelah merdeka. Konon saat serangan 10 Nopember, Mbah Yai Mustakim kala itu lama di pondok Sidosermo Jagir. Mbah Yai Mustakim terkenal sebagai pendengarnya sidosermo, macannya Suroboyo, sampai-sampai keluarga besar pondok Sidosermo itu berguru pada Mbah Yai Mustakim, seperti kyai mas Mansur, dan yang lain. Sampai-sampai Keluarga Sidosermo jemur Ngawinan Surabaya, Mbah Yaii Mustakim di juluki panglimanya Hizbullah. 

"Jadi yang mengajari ngembleng persilatan itu Mbah Yaii Mustakim. Bahkan pada murid-muridnya Mbah Yaii mengatakan dalam candaannya, "kalau pingin jadi kyai harus jadi pendengar dulu. 
Artinya bukan berarti bisa pencak silat, tetapi ada ujian apapun itu harus tangguh atau tahan banting, istilahnya Ono Musuh teko mburi Yoo siap, yang ngak kelihatan juga siap

"Jadi laskar Hizbullah yang ada di Surabaya itu muritnya Mbah Yai Mustakim, "kata Badrun.

Bandrun menambahkan, bahwa Mbah Yai Mustakim itu kala masih umur 21 tahun sudah Wali, jadi Ulamak, yaa Wali. Bahkan sempat mengajar di pondok Buduran Siwalan Panji.

Bersama Mbah Abdullah yang biasa di Panggil Buyut Laa Mbah Yai Mustakim Berdakwah agama Islam di wilayah Pulungan dan sekitarnya.

"Memanggilnya Buyut Laa.
Mbah saya (Mbah Yaii Mustakim) memanggilkan kepada bapak saya, "Muslim sak waya- waya aku mati njaluk di kubur sebelah utaranya masjid, karena Mbah Laa pinging selalu terdengar suara azan. Jadi sebelum ada masjid Imam Syafi'i (langgar panggung). Buyut Laa Meninggal. Masjid Imam Syafi'i di Arcopodo di bangun tahun 1940.

"Mbah Laa itu bukan orang tuanya Mbah Yai Mustakim, karena Mbah Laa itu dari Banyuwangi. Karena Bapak saya pernah di kasi pesan oleh Mbah Yai Mustakim, "Buyutmu ini minta di kubur di sini, maka kalau ngak ada saya tolong di rumat."pesannya.

Ustad Badrun menceritakan pengalamannyan saat berziarah ke Makam Mbah Yai Mustakim, untuk mencari washilah, ada kejadian aneh, ada interaksi metafisik, antara dirinya dengan ahli kubur. Saat kaki kanan Ustat Badrun menapak di area makam Mbah Yai Mustakim kakinya terasa menapak di Atas perahu, badan terasa di atas perahu yang ada dibtengah lautan.

" Kalau boleh saya cerita, mohon maaf ini di luar nalar, saya beberapa kali ketemu, dan pertama kali ketemu saya itu di makam Mbah Yai Mustakim. Jadi sewaktu saya masuk makam, kaki kanan menapak, saat itu kaki saya seperti menapak di perahu, ada gerakan seperti gelombang air, seolah-olah itu perahu di atas laut. Di tempat itu tidak ada kuburan, yang saat ini di bangun itu. Tidak ada patokan makam, yang ada dua anak kecil berpakaian putih-putih dan memakai kopiah putih. Ketika saya merangkang, dua anak ini di sisihkan oleh mbah Yai Mustakim. Terus saya salaman, di ajari suatu doa, sampai sekarang saya hafal dan alkhamdulillah saya amalkan sebaik-baik mungkin. Itu yang saya alami pertama kali, berikutnya di tempat lain, "Paparnya.

SUMBER PANAS WONG PULUNGAN BAROKAH
TONGKAT SAKTI NBAH YAI MUSTAKIM

Ternyata, kesaktian Tongkat Mbah Yai Mustakim terletak pada hati sang wali yang memang sangat suci, ketaatan, keimanan dan ketaqwaan Mbah Yai Mustakim pada Allah SWT sangatlah luar biasa.

Karena ibadah beliau inilah yang membuat Allah menurunkan barokah karomah pada tongkat Sakti. Hal ini pernah di buktikan oleh Didik Hartono saat dirinya mengali sumber air panas wong Pulungan, kurang lebih 200 meter dari Makam Mbah Yai Mustakim.

Tongkat Sakti tersebut di bawa Didik Hartono 6 bulan sebelum pencalonannya sebagai kepala desa Kepulungan sampai dirinya gali sumber air panas. Tongkat sakti tersebut selalu mendampinginya. 

Tongkat ia peroleh bukan karena keinginannya tetapi atas pemberian dari cucu Mbah Yai Mustakim, yaitu Ustadz Badrun.

Dan tongkat ini dititipkan pada Didik Hartono jauh hari, 6 bulan sebelum pilihan kepala desa Kepulungan sekitar tahun 2019.
 "Pak Didik ini teman akrab saya saat di Organisasi Sayap NU yaitu IPNU. Pak Didik sering kali begandring (ngomong) dama saya, apabila dia jadi kades akan membuat sumber air panas dan Membangun pendopo makam Mbah Yaii Mustakim. Karena konsep itu bagus, masak tidak saya dukung. Sehingga saat itu tongkat Mbah Yai Mustakim saya Kasikan, entah pada akhirnya di kembalikan lagi. "Ungkap Ustat Baderun.

Menurut Badrun, Tujuannya ia memberikan tongkat sakti tersebut pada Didik Hartono tidak lain, saling melengkapi, sehingga proses proses kebaikan yang bersifat kebenaran bisa terlaksana dengan baik. 

Ia juga mengungkapkan bahwa nama tongkat sakti tersebut adalah Tekken Sofa yang punya arti laku yang baik, "menurut Mbah Yaii Mustakim teken ini namanya tenken sofa.

"Teken itu maknae perjalanan, mungkin Pak Didik ini, tempatnya saja di balai desa, tapi kan perjuangan. Pernah saya tanya padanya kenapa bangun makambahbYaii, ia ucap hanya karena khormat sama Mbah Yai Mustakim, karena itu gurunya semua orang, karena dulu Mbah Yai Mustakim yang bisa uri-uri ngajar dan syiar agama Islam di Kepulungan, "jelasnya.

Perlu di ketahui, Ustat Muhammad Badrun adalah putra dari Yai Muslim, menantu dari Mbah Yai Mustakim. Konon Yaii Muslim dulu muridnya Yai Derun dari Ngingas Prambon Sidoarjo.

"Saat itu Mbah Yai mustakim meminta kepada Yai Derun, " Kang Derun, anake sampian seng Iso dipercoyo kongkon mrene, ke Cepodo. Padahal Yai Derun ini bujang. Akhirnya Yai Muslim ini di suruh ke Cepodo, oleh Mbah Yai Mustakim, Muslim ini di Cepodo di akui murid yang selanjutnya dijadikan menantu. Terus punya anak saya ini,"pungkasnya.

Di ceritakan juga bahwasannya nama masjid Imam Syafi'i, menurut Ustadz Badrun ketengan Yai Muslim , "selain Mbah Mustakim itu nderek imam Syafi'i, madab 4 itu, Imam Syafi'i itu juga termasuk gelarnya Mbah Yai Mustakim. Jadi Mbah Yai Mustakim itu istilah Kanjeng nabi, pemimpin yang nyafaati, tapi kalau Mbah Yaii mustakim iku ngobati. Lebih kebetulan lagi Mbah mustakim tinggal di Cepodo, istilah orang Jawa Arcopodo itu artinya jagat raya. Jadi tidak sekupnya kelurahan (desa) tapi jagat raya. "Terangnya.

"Mbah Yai Mustakim pernah dawuh, Recopodo iku jagad raya, Pulungan, saktemene Pulungan Iki ketiban Kamulyan , Pulungan itu Mulyo, maka kalau Pulungan Iki tidak mulya atau makmur, rakyane gak mulyo, pasti ada yang gak beres atau gak genah. Jadi desa Kepulungan itu desa yang ketiban Kamulyan. "Tegasnya.

Lebih lanjut, sebenarnya 2/3 wilayah desa Pulungan sebenarnya ada aset di bawahnya. Mangkanya gak salah kalimat Pulungan itu ada kaitannya, ibaratnya,"Gusti Allah itu menciptakan manusia itu, tanggung jawab dengan biaya hidupnya. Mangkanya kalau gak bisa makan iku keliru, ada apa. 

Di jelaskan juga oleh Didik Hartono bahwasannya nama wong Pulungan itu di ambil dari dawuhnya Mbah Yai Mustakim. 

"Mangkanya nama destinasi wisata Sumbar air panas , saya namakan wong Pulungan, "Ucapnya.

Mbah Yaii Mustakim meninggal tanggal 12 Juli 1953 hari Ahad pahing. Pemakamannya di gotong , tidak memakai penduso. Mulai masjid sampai menuju makam. Kholnya Mbah Yaii Mustakim sudah 72 kali. (Syafi'i/Yus).