Pasuruan, Pojok Kiri
Semakin spektakuler, Pintu Gembang negeri Aryapada, semakin lama semakin menampakkan jati dirinya. Sumber air panas Wong Pulungan, melalui proses penggalian sejarah, dimana, suatu peradaban zaman, dimana Kepulungan adalah perdikan kuno
yang masih eksis hingga sekarang.
"Kapulungan kuno".
Suatu masa pada tahun 1359 M saat sebuah kerajaan gilang-
gemilang di puncak kejayaannya. Yaitu Wilwatikta / Majapahit yang
diperintah oleh seorang raja yang dianggap titisan Dewa Wisnu, Rajasanegara dengan nama penobatannya sang Tritarajo Hayam
Wuruk. Ketika itu Sang Raja melakukan perjalanan pesiar keliling
menuju Lumajang dengan diiringi ± 5.000 peserta terdiri dari anggota
keluarga keraton, Pembesar Kerajaan, dan para Tanda serta prajurit-
prajurit Majapahit.
Dalam catatan, Desawarnana Negarakertagama, sang Mpu
Prapanca dan Acarya Nadendra Darmmadyaksa Majapahit mencatat,
rombongan pesiar itu mula-mula melalui Japan, hingga menginap di sebuah Perdikan untuk malam pertama perjalanan pesiarnya.
Negarakertagama pupuh 17 : 10-11
Tambeniɳ kahawan / winarnna ri japan / kuti kuti hana candi
lsak rbah, wetan taɳ tebu pandawan ri daluwaɳ babala muwah hi kanci tan madoh, len tekaɳ kuti ratnapankaja muwah kuti haji kuti
pankajadulur, panjrak mandala len / ri pongin i jinan / kuwu hanar i
samipanin hawan. (17 : 10)
Prapteɳ darmma riɳ pañcaçara tumuluy / datn i kapulunan siramgil, ndan lampah rakawin / lumaryyamgil iɳ waru ri herin i tira tan madoh, angangehnya tkap / bhatara kuti riɳ suraya pageh mara cinarccaken, nhiɳ rakwan kaslaɳ (100b) turuɳ mulih amogha matutur atisambhrameɳ manö. (17 : 11)
Terjemahan :
“Mula-mula melalui Japan, melewati asrama dan candi-candi
Ruk Rebah, sebelah timur tebu, hutan pandawa, daluwang, babala di
dekat kanci, ratnapangkaja serta kutihaji pangkala memanjang dan
bersambung-sambung, mandala panjrak, pongging serta jingan,
kuwuhanyar letaknya di tepi jalan”.(17:10).
“Habis berkunjung pada candi makam pancasara menginap di "KAPULUNGAN", selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di hering
tidak jauh dari pantai, yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama saraya. Tetapi masih tetap di tangan lain, rindu,
termenung, menunggu”.(17 : 11).
Negarakertagama pupuh 18 : 1yyankat / çri natha sakeɳ kapulunan ikanaɳ rajabhrtya niriɳ
sök, salwaniɳrajamarggäparimita hibkan /syandanomwat matambak,
wwaɳ niɳ wwaɳ pekhaniɳ peka tka saha padati harp / mwaɳ ri wuntat, dudwaɳ wadwa darat / seh girimisen amedep / mwaɳ gajaçwadi
kirnna. (18 :1)
Terjemahan :
”Seberangkat Sri Nata dari KAPULUNGANberdesak abdi ber arak, sepanjang jalan penuh kereta penumpangnya duduk berhimpit-
himpitan. Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki, berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan
kuda”. (18 : 1)
Di Perdikan Kapulungan itu sang Rajasanagara Hayam Wuruk
dari sore hingga pagi tidak dijelaskan sampai kapan, tetapi pada pupuh 18 : 6, dijelaskan dariKapulungan sampai di Pancuran.
Pungkur di waktu pagi hari. Namun apakah hanya karena rute perjalanan sajakah, kenapa sang raja memutuskan di Kapulungan ? Ini yang jadi menarik.
Hasil penelusuran, menyusuri sumber - sumber Prasasti, ternyata di masa Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit
(tahun 1293 M-1309 M) hingga masa Sri Jayanegara --Raja Kedua--
Majapahit (tahun 1309 M – 1328 M) nama Kapulungan sudah
tersebut di dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan Sri Paduka Kertarajasa Jayawardana Raden Wijaya, yang menyatakan seorang
mahapatih ing Kapulungan.
Prasasti Balawi
“Mapatih Ring KAPULUNGAN mpu dedes wiraniwarya”.
Jelas jabatan itu bukanlah jabatan yang main-main di sebuah
kerajaan yang terbilang saat itu baru berumur seumur jagung.
Yang juga sangat menarik bagi kami dalam piagam dan prasasti yang
dikeluarkan Sri Rajasanagara Hayam Wuruk, Perdikan Kapulungan, tercatat di pupuh 76:1Desawarnana, Kapulungan tercatat sebagai
Perdikan Siwa yang berpiagam. Negarakertagama 76:1
lwir ni darmma lpas / pratista ciwa mukya kuti balay i kanci len
kapulunan, roma mwaɳ wwatan içwaragrha phalabdi tajuɳ i kuti
lamba len / ri taruna, parhyanan kuti jati candi lima nilakusuma
harinandanottama suka, mwaɳ prasada haji sadaɳ muwah i pangumulan i kuti sangrahe jayadika. (76 : 1)
Terjemahan :
“Desa Perdikan Siwa yang bebas dari pajak : biara relung kunci, KAPULUNGAN, roma, wwatan, iswaragreha, palabdi, tanjung,
kutalamba, begitu pula taruna, parahyangan, kutijati, candi lima,
nilakusuma, harimananda, uttamasuka, prasada – haji, sadeng, panggumpulan, katisanggraha begitu pula jayasuka. (76 :1)
Kiranya ini bisa dibuktikan jejak peninggalan yang masih ada
hingga sekarang, berupa yoni dan reruntuhan bata besar di sebuah
pemakaman umum Dusun Copodo.
Di dusun ini Kades Didik memulai menggali sejarah dan potensi alamnya untuk di jadikan destinasi wisata Sumber air panas wong Pulungan, karena di tempat ini cikal Bakan sumber air panas keluar secara alamiah, dampak banyak berdirinya industri, air ini tidak keluar
Namun berkat keturunan dari “Mapatih Ring KAPULUNGAN mpu dedes wiraniwarya”, Didik Hartono Wiraningwiryo, tanah aset desa yang mangkrak di sulap menjadi impian sejarah Pintu Gembang Negeri Aryapada, "Destinasi Wisata Sumber Air Panas Wong Pulungan".
Menurut Didik, "Kalau ingin menuju Arya' yang berarti "mulia" atau "ditinggikan" harus mandi dulu atau di sucikan disumber air panas ini, karena menurut mitologi Jawa, sebutan "Arcapada" bermakna: "dunia bawah, atau neraka", Makna ini tentunya sejalan dengan status Yama sebagai penguasa dunia konsep Lokapala." Ucapnya.
Kita kembali ke Kapulungan awal, dalam desawarnana juga
dicatat dan disebutkan Sri Nata Wengker mendirikan Desa Budha di Kapulungan.
Negarakertagama /desawarnana pupuh 82:2
çri nathe sinhasaryyanaruka ri sagada darmma parimita, çri
natheɳ wenker iɳ çurabhana pasuruhan/ lawan tan i pajaɳ,
buddadistana tekaɳ rawa ri kapulunan/ mwaɳ locanapura, çri nathe
watsarikaɳ tigawani magawe tusteɳ para jana. (82 :2)
Terjemahan :
“Sri Nata Singhasari membuka ladang luas di daerah sagala,
Sri Nata Wengker membuka hutan surabana, pasuruan,
pajang. Mendirikan perdikan budha di rawi, locanapura,
KAPULUNGAN.
Baginda sendiri membuka lading waksana di
tigawangi.”(82:2)
Apakan reruntuhan-reruntuhan fragmen batu andesit yang berbentuk
dengan jumlah sangat banyak di area makam umum Dusun Betas. Berupa tumpukan - tumpukan batu andesit dengan beragam bentuk, berbeda -
beda ukuran serta kuncian. Diduga reruntuhan tersebut bekas material bangunan suci yang sangat besar di era kerajaan dahulu. Apakah reruntuhan itu adalah reruntuhan bangunan suci kasogatan atau kebudhaan?
Belum lagi yang ada di dusun Genok Watu / makam Dusun
Kepulungan 2. Di area makam ini tidak banyak terdapat yang bisa
diidentifikasi sebagai ODCB (Obyek Diduga Cagar Budaya) dan BCB
(Benda Cagar Budaya). Akan tetapi di area makam tersebut (Genok
Watu) terdapat arca Ganesha Muda tanpa mahkota dengan rambut
seperti digelung bulat ke belakang hingga menyerupai aksara PA
(Aksara Jawa Kuna) dan 2 buah lingga besar.
Apakah lingga dan arca Ganesha merupakan
lingga patok perbatasan / wanua / perdikan / yang lain.
NamaDesa Kepulungan selain disebut dalam kakawin desawarnana / negarakertagama dan prasasti yang penulis uraikan diatas, ternyata di masa lebih tua yaitu masa Kerajaan Tumapel yang
dikenal sebagai Kerajaan Singhasari, nama Kepulungan tercatat
dalam prasasti Mula-malurung yang berangka tahun 1177 Saka atau 1255 M.
Prasasti Mula-malurung dikeluarkan Raja Sminingrat / Sri
Paduka Wisnuwardhana yang berkuasa saat itu.
Yang tertera pada lempeng B : 4-5.
“……………………maka dapur ikang nagara tumapel. Maka singha sira paduka mpu-“(B :4)
“Ngkwing KAPULUNGAN siranawastha sthapaka ring kabhairawan”. (B : 5)
Dengan demikian jelaslah nama Kepulungan termasuk perdikan yang sangat tua. Dengan yoni tanpa cerat yang ada di di makam umum Dusun Kabunan, Desa Kepulungan,
menjadi satu gambaran bahwa Kepulungan kuno adalah desa atau
perdikan bebas pajak, dilihat dari perdikan yang ada bangunan sucinya.
Karena menurut beberapa sumber sejarah, yoni tanpa cerat adalah yoni manusuk sima yang lazim dipergunakan waktu
peresmian atau penganugerahan suatu perdikan swatantra, atau
bebas pajak dari raja. Tetapi Kapulungan di masa dahulu, yaitu masa kerajaan dipimpin Kertanegara kisaran tahun 1292 pernah menjadi lintasan pertempuran. Yakni perebutan kekuasaan yang dilakukan Adipati Glang-glang Jayakatwang ketika dalam pengejaranyang dilakukan Raden Wijaya yang tertera dalam Prasasti Kudadu, dikeluarkan oleh raja Majapahit yang pertama Nararya SanggramaWijaya / Raden Wijaya pada
lempeng IV .
Kepulungan masih tetap eksis sebagai desa
yang makmur dengan tanah yang subur, air melimpah. Kepulungan
layak saat itu sebagai perdikan yang cukup penting bagi sebuah
kerajaan dari masa ke masa hingga sekarang.
Awak media saat mengakhiri tulisan, melintar di jalan raya Surabaya Malang, tepatnya di depan Pemandian airpanas Wong Pulungn, Senin (26/6/2023), ada penampakan negeri Aryapada di atas pendopo Wisata transit Air Panas Pulungan. (Syafi'i/Yus)