Pasuruan, Pojok Kiri
Bersyukur merupakan wujud terima kasih seorang hamba kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah Dia limpahkan dan berikan kepada kita.
Sebagai bentuk rasa syukur, warga dusun Carat dalam meningkatkan keimanan, rasa syukur
dan bentuk pengharapan terhadap tuhan yang
telah melimpahkan rejeki-Nya, warga dusun Carat melakukan upacara bari'an atau sedekah bumi atau tumpengan di sebuah sumur tua di dusun Carat. Sumur ini bukan sembarang sumur, sumur berusia ratusan tahun ini merupakan peninggalan Belanda. Warga menyebut sumur bersejarah ini sebagai Sumur Lantung.
"Kalau ada kesan-kesan sakral guna menghormati leluhur - leluhur kita , itu bentuknya minta barokah, disana ada sejarah yang selalu di taruk di tempat itu, "Ungkap Edi Santoso saat di temui awak Pojok Kiri disela sela gebyar seni ludruk dalam rangka menghibur warga selesai prosesi upacara sedekah bumi.
Tradisi Sedekah bumi di dusun Carat diadakan tiap tahun sekali ini melambangkan
rasa syukur mereka terhadap Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rezeki-Nya melalui
tanah/bumi dan segala bentuk hasil bumi yang sangat melimpah serta permohonan agar tanah tetap
subur, tolak bala, pemberian kesehatan, kemudahan, dan diberikan kelancaran.
"Tradisi ini sudah ada dari dulu, turun temurun, dan selalu di adakan di bulan sebelum Puasa Ramadhan. "Terang Kepong Kasung Carat.
Malamnya semua warga dusun Carat berkumpul di Balaidesa untuk melakukan ramah-tamah sambil menikmati hiburan Ludruk. Acara tersebut membawah berkah tersendiri bagi para UKM, karena dengan sendirinya dagangan mereka laris manis.
Menurut Edi Santoso dalam prosesi upacara Rua dusun atau sedekah bumi, "kita mengajak untuk menikmati dari hasil jerih payah semuanya, menghormati apapun hasilnya, inilah rasa syukur, rasa syukur kepada semuanya, terutama buat yang maha kuasa, untuk dipermudah kan segala urusan untuk memajukan desa, "tambahnya.
Perlu di ketahui, Terkait sumur Lantung, dahulunya tempat itu oleh para petani digunakan sebagai tempat istirahat pada saat tengah hari sekaligus sebagai tempat rembukan antar petani membahas pertaniannya. Sumur lantung ini juga digunakan sebagai tempat selamatan sebelum bercocok tanam atau saat panen yang di kemas dalam bentuk bari'an (selamatan desa).
Selain Sumur Lantung, ada situs bersejarah lainnya di Desa Carat yaitu situs Raos Pecinan, situs peninggalan Kerajaan Majapahit.
Yang menarik di pada saat awak media menanyakan kepada pak Kades, kapan nama Carat itu di ketahui (lahirnya desa Carat ), " saya tidak tau pastinya, "Ucapnya.
Kades Watu Kosek yang mendengarkan pertanyaan awak media Pojok kiri menimpali, " Kalau ngak salah nama Carat hampir sama dengan kelahiran desa Wungkal (watukosek) itu ada di prasasti Kudadu, "terangnya.
Menurut Prasasti Kudadu atau yang juga dikenal dengan nama Prasasti Gunung Butak berangka tahun 1294 Masehi. Disebutkan bahwa Nararya Sangramawijaya/Raden Wijaya mendapat tugas dari mertuanya Prabu Kertanegara, Raja Singhasari untuk memadamkan pemberontakan Prabu Jayakatwang yang merupakan raja bawahan dari Kerajaan Gelang-gelang yang terletak di Murawan, Dlopo, Madiun sekarang.
Semula Raden Wijaya dan pasukannya yang bermaksud menumpas pasukan pemberontak, justru akhirnya menjadi pihak yang diburu dan dikejar-kejar musuh. Hal ini disebabkan karena Raden Ardharaja yang juga menantu Prabu Kertanegara membelot bersama pasukannya, dan memihak Prabu Jayakatwang yang merupakan ayah kandungnya.
Pasukan Gelang-gelang pertama kali menerobos desa Mameling, dan Pasukan Raden Wijaya terlibat pertempuran dan akhirnya kejar kejaran dengan musuh di Lembah, Jasun Wungkal, Rabut Carat, Kedung Peluk, Hanyiru, kambangsri, Pamwatan Apajeg, dan berhasil menyelamatkan diri di Kudadu, hingga akhirnya menyeberang ke Songeneb (Sumenep) di Pulau Madura melalui Rembang.
Kesimpulannya nama Carat dulunya bernama Rabut Carat, dan watukosek dulu bernama Jasun Wungkal, kalau kita tarik tahun 2023 - 1294 nama dada Carat bisa di ketahui 729 tahun yang lalu. (Fii/yus).