PASURUAN, pojok kiri
Keringnya sumur milik warga Mojokopek dan Baweh, Desa Mojoparon, Kecamatan Rembang, membuat warga berkeluh kesah. Mereka pun mendatangi kantor dewan, untuk mengadukan nasibnya.
Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LPMI), Sutikno mengungkapkan, keringnya sumur warga, sudah berlangsung sejak 12 tahun silam. Pemicunya ditengarai adanya pendirian pabrik Ale-ale di wilayah setempat.
“Sumur warga menjadi kering. Membuat warga kesulitan untuk mendapatkan air,” ujarnya.
Untuk mendapatkan air, warga terpaksa membangun sumur bor. Biayanya pun tidak lah murah. Harus menelan dana jutaan rupiah. Tentu tidak semua warga mampu. Mereka yang tidak mampu, akhirnya numpang ke kerabat ataupun saudara.
Bukan hanya soal sumur yang kering. Sutikno mengaku, keluhan lainnya berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Sungai di wilayah setempat, cenderung tercemar limbah perusahaan dengan merek Ale-ale tersebut. Hal ini tak lain, karena dugaan pembuangan limbah cair oleh perusahaan ke sungai. “Bau sungai menjadi busuk, seperti comberan. Bahkan, terkadang juga meresap ke sumur warga,” bebernya.
Karena itulah, ia berharap ada perhatian dari legislatif. Sehingga, ada penanganan terhadap persoalan tersebut.
Humas PT MAS, Pundi mengungkapkan, perusahaannya melakukan investasi dengan memenuhi aturan dan regulasi yang ada di pemerintah. Baik itu pemerintah pusat, provinsi hingga desa. Seperti halnya dengan perizinan air bawah tanah. “Semua regulasi yang ada, kami jalankan sesuai aturan. Kami juga senantiasa berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, juga dengan masyarakat,” jelasnya.
Ia menambahkan, berkaitan dengan keluhan warga, sebenarnya perusahaannya tidak kurang-kurang memberikan perhatian. Bahkan, pihaknya senantiasa berkoordinasi dengan Pemdes ataupun Dusun hingga tingat RT dan RW. “Kami juga menggulirkan CSR untuk membantu keluhan warga tersebut. Sementara untuk pencemaran, kami sudah sesuai regulasi. Baku mutu juga kami ikuti, karena pengolahan air limbah kami sesuai regulasi,” urainya.(yus)