Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Ancam Keselamatan Masyarakat, RUU Omnibuslaw Kesehatan Banjir Penolakan



PASURUAN, pojok kiri
Penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan terus bermunculan. Sejumlah tenaga medis yang berasal dari berbagai profesi di Kabupaten Pasuruan, mendesak agar RUU Omnibus Law Kesehatan direvisi atau dibatalkan.

Pasalnya, keberadaan RUU tersebut mengancam keselamatan masyarakat. Penolakan tersebut muncul dari sejumlah organisasi profesi kesehatan. Ada Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) hingga Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI) Kabupaten Pasuruan.

Ketua IDI Kabupaten Pasuruan, dr. A. Arif Junaedi memandang, penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, salah satunya dikarenakan dapat merugikan kepentingan masyarakat. Bahkan, bisa berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat di Indonesia.

Hal ini berkaitan dengan isi yang ada di RUU tersebut. Salah satunya mengenai Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan. Dalam RUU Omnibuslaw Kesehatan, STR itu berlaku seumur hidup. Dampaknya, kompetensi tenaga medis, tidak ada jaminan terjaga.

Apalagi, ketika tenaga medis tersebut tidak lagi berpraktek lama. Berbeda dengan regilusasi yang ada saat ini. STR tersebut hanya berlaku selama lima tahun. Perpanjangan itu diperlukan, untuk memastikan kompetensi yang masih dimiliki. Hal ini bisa menjadi jaminan kompetensi. Mengingat, tidak mudah bagi tenaga kesehatan untuk mendapatkannya.

“Kalau lama tidak berpraktek, lalu praktek lagi, apakah ada jaminan kompetensi yang dimiliki bisa terjaga?,” tandasnya.

Hal ini jelas akan mempengaruhi keselamatan masyarakat. Karena itulah, pihaknya melakukan penolakan. Agar RUU tersebut dibatalkan.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Kabupaten Pasuruan, Drg. Hafid Bauzir. Baginya, tenaga kesehaan senantiasa bergandengan dengan pemerintah. Khususnya, dalam hal pelayanan. Namun tiba-tiba, muncul Omnibuslaw Kesehatan.

Parahnya, tidak ada keterlibatan organisasi profesi dalam pembahasannya. Padahal, organisasi kesehatan memiliki peranan penting dalam menjaga legalitas dan skill dari tenaga medis. Bagaimana mendorong skill tenaga medis dan bagaimana jika ada pelanggaran kode etik. Hal itu bisa dikontrol organisasi kesehatan.

“Selama ini kan sangat ketat untuk bisa mendapatkan izin praktek. Bahkan ada yang sampai tidak lulus. Nah, kalau organisasi kesehatan tidak dilibatkan, apakah ada jaminan terhadap kompetensi tenaga medis akan bagus. Apa ada jaminan tidak melanggar hukum. Kami khawatirnya, bukannya semakin baik tapi malah memperburuk layanan. Dan hal itu tidak lagi terkontrol,” bebernya.

Dasar-dasar inilah yang menjadi acuan. Apalagi, dokter, bidan ataupun perawat memiliki UU tersendiri. Ia bersama tenaga kesehatan lain yang tergabung dalam Forum Komunikasi Organisasi Profesi Kesehatan Kabupaten Pasuruan berharap agar keberadaan UU yang ada dipertahankan. Sementara, RUU Omnibuslaw tidak dilanjutkan.(yus)