Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Pengembang Perumahan Green Eleven Gigit Jari Gugatannya Tidak Diterima Hakim




Pasuruan, Pojok Kiri
Pengembang perumahan Green Eleven, PT Metsuma Anugrah Graha menggugat salah satu penghuni perumahan setempat. Gugatan itu dilakukan, lantaran penghuni rumah tersebut tidak sepakat untuk membeli rumah setempat dengan harga baru. Sayangnya, PT Metsuma Anugrah Graha harus gigit jari. Sebab, gugatan pengembang perumahan di kawasan Kenep, Kecamatan Beji ini, tidak diterima oleh majelis hakim.

Sidang putusan gugatan tersebut dilangsungkan kemarin (22/7). Dalam persidangan putusan oleh PT Metsmua Anugrah Graha itu, Ketua Majelis Hakim PN Bangil, AFS Dewantoro memilih untuk tidak menerima gugatan dari PT Mensuma. Karena ada kekeliruan yang dilakukan pihak penggugat PT Mensuma dalam materi gugatannya.

Kekeliruan itu seiring dengan kepemilikan. Lahan seluas lebih dari 3.900 meter persegi itu, bukan dimiliki Dokter Ugik seorang. Ada pihak-pihak lain, yang menempati lahan tersebut. 

Sementara, dalam gugatan PT Metsmua Anugrah Graha, hanya Dokter Ugik yang digugat. “Terdapat kekeliruan terhadap gugatan yang dilayangkan. Karena, lahan tersebut tidak hanya dikuasai tergugat,” kata Dewantoro. 

Dasar inilah, yang membuat pihak majelis hakim memutuskan gugatan tersebut tidak diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2,4 juta. 

“Mengadili, gugatan yang dilayangkan penggugat tidak bisa diterima. Dan menghukum penggungat dengan biaya perkara sebesar Rp 2,4 juta,” jelas dia. 

Atas putusan itu, tergugat, Ugik melalui kuasa hukumnya, Wiwik Tri Hariyati menerima putusan hakim. Sementara, pihak penggugat memilih mikir-mikir. 

Kasus ini sendiri, diceritakan Ugik bermula dari persoalan pembelian rumah yang dilakukannya, 2005 silam. Ia membeli tanah dan bangunan berupa rumah seluas 210 meter persegi, kepala Hendro, pengembang perumahan di kawasan dulunya bernama Perumahan Kenep Permai. 
Selama bertahun-tahun tak menempati, pengembang tidak kunjung mengeluarkan sertifikat rumah tersebut. Meski sempat bergonta-ganti pengembang. Hingga pada 2015, kawasan yang kini bernama Green Eleven itu, diakuisisi oleh PT Metsmua Anugrah Graha. 

Gejolak pun muncul. Lantaran upaya Ugik untuk memperoleh sertifikat tidak didapatkannya. Bahkan, pada November 2020 kemudian, ia digugat ke pengadilan. 

Gugatannya, agar Ugik tidak lagi menghuni kawasan setempat. “Gugatannya material dan inmaterial. Sekitar Rp 1 miliar. Dan intinya, saya tidak boleh tinggal di rumah saya,” bebernya. 
Namun, dalam persidangan tersebut, pihak majelis hakim tidak menerima gugatan dari pihak pengembang. Karena, gugatannya dianggap kabur. Ugik hanya memiliki lahan seluas 210 meter persegi bukan 3.900 meter persegi, seperti dalam gugatan. 

Sementara itu, Sudahnan, konsultan hukum dari PT Metsmua Anugrah Graha mengungkapkan, gugatan tersebut dilayangkan, atas dasar hak kepemilikan lahan. Ia memandang, jika PT Mensuma memiliki hak atas lahan dan bangunan di wilayah setempat. Karena baru mengakuisisi. 
Kepemilikan baru itu, membuat pengembang meminta agar dokter Ugik membayar rumah tersebut dengan harga baru. Namun, kenyataannya, yang bersangkutan tidak berkenan. Hal inilah, yang membuat pihak pengembang, akhirnya memilih untuk melakukan gugatan. 

“Kami merasa punya hak. Karena kepemilikan baru, jadi dokter ugik kami minta untuk membeli dengan harga baru. Tapi tidak mau. Makanya kami layangkan gugatan ini, karena yang bersangkutan menempati lahan dan bangunan yang menjadi hak kami,” jelasnya.(yus)