Header Ads Widget

Hosting Unlimited Indonesia

Ticker

6/recent/ticker-posts

Tumpukan Sampah Yang Meresahkan di Tengah Padat Penduduk



Pasuruan, Pojok Kiri
Meski beberapa tempat pembuangan sampah di wilayah kecamatan Gempol sudah menjalankan fungsinya dengan baik, namun sebagian lagi masih jauh dari kata optimal. Padahal pemerintah sudah membuat berbagai peraturan guna mengatur pengelolaan sampah di Indonesia, seperti Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Tapi sayangnya, dalam pengaplikasian aturan ini masih dijumpai banyak kendala.

Diantaranya seperti keberadaan tempat pembuangan sampah yang mengganggu masyarakat, dan pengguna jalan. Seperti TPS (Tempat Penampungan Sementara) atau TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) yang ada di dusun Pabean desa Kejapanan Kecamatan Gempol.

TPS yang penuh, bahkan sampai meluber ke jalan, letaknya yang berada di tengah pemukiman padat penduduk, sehingga pencemarannya meresahkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan. Bau dan lalat sangat mengganggu, karena kerapkali makanan warga di hinggapi lalat, apalagi rumah warga yang berdekatan dengan TPS.

Di tempat ini warga dusun Pabean dan sebagian dusun Bandulan membuang sampah rumahtangga di TPS yang ada di dusun Pabean. Sampah tidak diangkut oleh petugas pengurus sampah dusun dari rumah warga ke TPS, namun warga mengantarkan sendiri ke tempat TPS. Tetapi warga di pungut biaya.


Secara teori, regulasi ini sudah cukup baik. Sayangnya, pengaplikasian regulasi ini tidak disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat sehingga menimbulkan permasalahan baru.

Menurut keterangan petugas jaga TPS, Sodik bahwa akhir akhir ini sampah sering menumpuk banyak, karena permintaan pengurus sampah dusun dengan petugas kendaraan dari DLH kabupaten Pasuruan tidak sejalan.

"Kalau dulu ada bak cadangan, sehingga saya bisa masukkan sampah ke Bak kosong. Sekarang pengurus minta Bak ini saja tanpa Bak cadangan. Angkut, Buang, terus balik lagi kesini mengembalikan Bak sampah ini. Sopir mau minta biaya solar ngak bisa, "ungkap Sodik pada jurnalis Pojok Kiri.

Sodik mengeluh, pria warga Kenep Beji ini minta kenaikan gaji, 8 tahun bekerja, sampai dua kali ia ungkapkan untuk kenaikan gaji, namun tidak ada respon. 

"Saya di gaji Rp. 1 juta perbulan. Mulai warganya masih tidak sebanyak ini, yang membuang sampah di sini meliputi kos-kosan tidak sebanyak ini, dan Sekarang pertumbuhan penduduk, mulai kampung sampai kaplingan penuh penduduknya, apalagi sekarang berdiri Pondok pesantren. Harusnya pendapatannya meningkat, tapi gaji saya kok tetap. Mangkanya saya minta kenaikan gaji, "Keluhnya.

Terkait penumpukan sampah Sodik mengungkapkan bahwasannya dulunya ada bak serep, entah karena apa pihak pengurus tidak mau ada bak serep. Sejak ini, padahal dulu tidak pernah ada sampah menumpuk seperti ini, tapi sekarang, apalagi kalau bak sampah ini, dari sopir armada dari DLH telat mengembalikan di sini, saya kesulitan, dan sampah makin menumpuk, baunya resahkan warga, apalagi lalatnya. "Tuturnya.

Perkara sampah di tempat ini kurang maksimal, pengolahan sampah kalau kurang didukung dengan aturan yang tegas. Hal ini gampang dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk bertindak seenaknya tanpa mempedulikan kelestarian lingkungan. BERSAMBUNG. (Syafi'i/yus).