Pasuruan, Pojok Kiri
Situs Raos Pacinan sebagai saksinya, berada sekitar 50 meter dari Kali Porong, tepatnya berada di Dusun Raos, Desa Carat, Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur. Letaknya cukup tersembunyi. Berada di tengah perkebunan tebu dan berjarak sekitar 50 meter dari Sungai Porong. Jika tak cermat, bisa tidak menemukan situs bersejarah ini.
Di tempat ini Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit pernah bersembunyi dari tentara Gelang-gelang, pasukan Kerajaan Jayakatwang saat terjadi pemberontakan di Singasari.
Di tempat ini pula Raden Wijaya kemudian melakukan Aliansi antara Majapahit dan Mongol untuk menyerang Kediri. Menurut perkiraan beberapa ahli, kemungkinan situs ini adalah gerbang pelabuhan dan pangkalan militer Kerajaan Majapahit yang ditandai dari sepasang Arca Dwarapala.
Menurut perkiraan beberapa ahli, kemungkinan situs ini adalah gerbang pelabuhan dan pangkalan militer Kerajaan Majapahit.
Bahkan konon di daerah Sungai Porong yang dekat dengan Sungai Brantas ini yang menjadi pangkalan militer tentara Majapahit dengan tentara Mongol.
Dugaan tersebut karena dalam situs Raosan Pacinan ada sepasang arca Dwarapala yang menghadap ke barat, patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Buddha. Arca ini diduga dulunya sebagai pintu masuk sebuah bangunan.
Berdasarkan kamus istilah arkeologi yang diterbitkan pusat bahasa dan sastra Indonesia dan daerah Dwarapala sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki arti dwara yang artinya pintu dan pala yang artinya penjaga.
Sepasang arca dwarapala berdiri menghadap pelabuhan Mataram Kono Yang Hilang/Hujung Galuh. Pelabuhan ini berada di jalur delta Sungai Brantas.
Sangat masuk akal, karena sungai ini secara geografis membelah desa Carat. Luas desa Carat sampai ke Utara sungai Brantas (sungai Porong) berbatasan dengan desa Kebon Agung kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
Sungai Brantas adalah bengawan terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Sungai ini bermata air di Kota Batu yang berasal dari air Gunung Arjuno, lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto.
Konon sungai Brantas sejak dulu merupakan salah satu jalur perdagangan sejak Jawa Kuna di wilayah Jawa Timur. Raja Balitung Daksa Tulodong dan Wawa memberi perhatian lebih kepada Jawa Timur karena penguasa Jawa tengah sadar pentingnya perdagangan antarpulau waktu itu.
Sungai Brantas pada perkembangannya mengalami perkembangan yang pesat. Selain berfungsi sebagai pengairan pada pertanian masa Jawa Kuna, sungai ini juga sangat ramai pada sektor perdagangan masa Raja Airlangga terutama di delta Sungai Brantas.
Ada dua prasasti yang memberikan petunjuk keberadaan pelabuhan niaga atau aktivitas di delta Sungai Brantas, yaitu Prasasti Manajung dan Prasasti Kamalagyan.
Prasasti Manajung memberi petunjuk bahwa Manajung termasuk watek kanuruhan merupakan pelabuhan niaga. Ada yang memperkirakan bahwa watek kanuruhan yang meliputi daerah Manajung dan rempah itu sekarang lokasinya di wilayah Pasuruan.
Prasasti tersebut dijelaskan bahwa perjuangan untuk menjual barang-barang dagangan yang layak, dikuasai oleh kaum pedagang besar yang mandiri. Untuk melaksanakan tugasnya, mereka membentuk asosiasi pejabat-pejabat pedagang besar yang disebut Banigrama Parawulu yang berkedudukan di Manajung.
Untuk menjaga barang dagangan agar tidak rusak, didirikan gudang-gudang dan lumbung-lumbung padi di Manajung. Adapun barang dagangan yang dilindungi, antara lain merica, kacang, adas, kasumu, wungkulu dan yang paling penting dari semua bahan itu adalah beras.
Pelabuhan Manajung hanyalah pelabuhan penampungan barang dagangan dari daerah sekitar dan kemudian diangkut ke pelabuhan utama atau Hujung Galuh.
Dilihat dari namanya, Hujung berarti ujung tanah yang menjorok ke laut atau tanjung, sedangkan Galuh artinya emas. Di wilayah desa Gempol ada nama Dusun Tanjung, di wilayah desa Kejapanan ada dusun yang bernama Pabean (kepabeanan).
Letak Hujung Galuh belum diketahui pasti kebenarannya. Menurut para sejarawan, Hujung Galuh terletak di Bengawan Brantas.
Dalam Prasasti Klagen disebutkan bahwa dulunya Hujung Galuh sebagai jalabuhan (pelabuhan) atau tempat bertemunya pedagang antarpulau yang melakukan bongkar muat barang dengan perahu. Oleh karena peristiwa sejarahnya telah terlalu lama terjadi, maka sumber sejarah yang tertulis belum banyak ditemukan, sedangkan bukti arkeolog nampaknya sudah lenyap dimakan pembangunan kota.
Penulisan di atas menjelaskan bahwa Sungai Brantas yang mengalir di Jawa Timur mempunyai fungsi yang sangat penting bagi masyarakat di sekitarnya, khususnya di Pulau Jawa. Dari segi perekonomian, keberadaan Sungai Brantas yang mengaliri sawah-sawah perkebunan masyarakat sangat membantu, mulai dari bidang pertanian sampai perdagangan. Sungai Brantas juga mengalir sampai ke pedalaman-pedalaman wilayah kerajaan. Oleh karena itu, sungai ini sangat ramai dilalui para pedagang sejak zaman Mataram kuno.
Zaman telah berubah, kini Sungai Brantas telah berganti fungsi, bahkan kemegahan Pelabuhan Situs Raos Pecinan saat ini tidak segagah sejarahnya.
Kepala desa Carat Akhmad Fatoni, merasa terpanggil untuk uri-uri kembali kejayaan cikal bakal berdirinya kerajaan mojopahit ini. Mendaratnya pasukan tar-tar atau pasukan Mongol di Pelabuhan Rubat Carat/hujung Galuh/Mataram Kuno.
Di ceritakan saat itu atas kekalahan kerajaan Singosari atas Kediri, Raden Wijaya yang merasa dendam berusaha untuk mengulingkan Jayakatwang dengan mencari bantuan. Raden Wijaya menggunakan kesempatan dengan kedatangan pasukan Mongol ke Jawa yang hendak membalas dendam.
Dengan kecerdikan Raden Wijaya, akhirnya pasukan Mongol bersatu untuk menyerang Jayakatwang.
Dari berita China, pasukan Mongol tiba di Majapahit pada 1 Maret 1293. Sebelumnya mereka terlebih dahulu singgah di Tuban dan selanjutnya mendirikan perkemahan di tepi Sungai Brantas (kali Porong/Raos Pecinan).
Perwakilan pasukan Mongol bernama Ike Mese mengirim tiga orang perwiranya ke kampung baru Majapahit. Mereka meminta agar Raden Wijaya tunduk dan mengakui kekuasaan Kubilai Khan. Raden Wijaya pun akan tunduk kalau Mongol membantunya melawan Jayakatwang dari Gelang-Gelang yang telah membunuh Kertanegara dan menghancurkam Kerajaan Singasari.
Pada 20 Maret 1293, tentara gabungan Raden Wijaya dan Mongol mengepung Jayakatwang. Itu membuat Jayakatwang dan pasukan kocar-kacir dan terjun ke Sungai Brantas.
Setelah menundukkan Jayakatwang pada 26 April 1293, Raden Wijaya meminta izin kepada pasukan Mongol untuk kembali ke Majapahit mengambil upeti dengan kawal dua perwira dan 200 prajurit. Tapi ditengah perjalanan, Raden Wijaya menghabisi pasukan Mongol yang mengawalnya ke Majapahit dalam perjalaannya. Kemudian Raden Wijaya justru balik menyerang pasukan Mongol di Kediri yang pasukannya berkurang.
Mereka pun terpaksa mundur ke laut dalam kejaran pasukan Majapahit dan meninggalkan tanah Jawa. Pasukan Mongol hanya empat bulan berada di tanah Jawa. Pada 31 Mei 1293, pasukan Mongol kembali ke China dan tiba 8 Agustus 1293. Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit pada 10 November 1293.
Carat Kampung Budaya. Merujuk pada perjalanan sejarah Desa Rubat Carat adalah area pertempuran Raden Wijaya melawan Pasukan gelang-gelang dan Desa Carat terletak di tepi sungai Brantas di duga sekaligus merupakan area pelabuhan Hujung Galuh.
Kades Carat Achmad Fatoni ingin mengembalikan kejayaan sejarah desa Carat/Raos Pecinan sebagai kampung Budaya, kampung wisata yang bernuansa Mongol atau bernuansa Pecinan.
"Kami menginginkan di wilayah dekat Sungai Porong sana akan kami jadikan wisata kampung budaya, bernuansa Mongol (Pecinan), " kata Toni.
Selain nilai histori, warga masyarakat desa Carat banyak yang mempunyai keahlian tradisi budaya tempo dulu, ini adalah aset kita, bagaiman kita mengembangkan dan memfasilitasinya, untuk itu secara geografis maupun secara purbakala desa Carat layak di jadikan kampung Budaya.
Toni mengungkapkan bahwa di Dusun Raos terdapat sebuah peninggalan candi berbentuk dua patung dwarapala berpasangan. Peninggalan itu diperkirakan ada sejak Kerajaan Kahuripan.
"Jenggolo diambil dari kata ujung galuh, sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kahuripan. Wilayah itu meliputi Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan, yang berdekatan dengan muara dan laut. Secara goegrafis, letak Dusun Raos itu memang berdekatan dengan Sungai Brantas," terang Toni.
Ia pun sudah menyiapkan konsep untuk mewujudkan Desa Carat sebagai wisata budaya. Ia ingin nantinya wisatawan yang mengunjungi Desa Carat memakai baju, kendaraan, hingga menyantap kuliner layaknya zaman dahulu.
Untuk kendaraan, menurutnya, bisa disediakan perahu, kuda, delman, dan lainya. Juga dengan makanan, seperti ubi, singkong, nasi jagung, dan sejenisnya. Untuk mewujudkan itu pastinya ia butuh dukungan semua masyarakat, "Keinginan kami ini sebenarnya sama, ingin memajukan desa," pungkasnya. (Syafi'i/Yus).